Saturday, March 22, 2014

OPINI : MENAKAR NASIB PARTAI DEMOKRAT



 SUSILO Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat sekaligus Presiden RI pusing tujuh keliling memikirkan para kader mudanya yang sebenarnya memiliki kecerdasan, kemampuan yang mumpuni, berpengalaman dan berpenampilan meyakinkan serta digadang-gadang menjadi pemimpin besar di masa mendatang, ternyata malah menjadi koruptor besar/ulung, menggarong uang negara dan rakyat. Terbukti bahwa kader muda ternyata tidak menjamin akhlaknya bagus dan berjiwa patriot, sebaliknya akhlaknya malah lebih buruk dari kader yang sudah tua yang katanya banyak dosa.
Mengapa terjadi demikian ? Karena Partai Demokrat memang tidak memiliki kader binaan dan militan. Partai Demokrat dapat dibilang sebagai partai baru yang tumbuh dan berkembang sangat pesat dan bersifat dadakan. Pendirinya pun langsung jadi presiden hingga barang tentu Partai Demokrat menjadi partai pemerintah yang berkuasa di negeri ini. Sedangkan kader-kadernya juga pendatang baru dan ada pula kader bajing loncat yang berharap menjadi penguasa pula di negeri ini. Ironisnya lagi, apa yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara untuk meraih kedudukan dan kekuasaan, yang barang tentu tidak lepas untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya sebagai modal untuk meraih kedudukan dan kekuasaan.
Kelemahan kader pendatang baru dan kader bajing loncat pada umumnya hanya mementingkan kepentingan diri sendiri untuk mendapatkan pengaruh dan uang sebanyak-banyaknya guna meraih kekuasaan yang lebih besar. Kader-kader partai seperti itu tidak akan memikirkan membesarkan partai, disegani, dihormati, diteladani dan disenangi oleh rakyat. Semua itu diabaikan, yang terpenting masing-masing individu bisa mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, kedudukan dan kekuasaan hingga akhirnya lupa diri membabi-buta seperti orang kelaparan dan kehausan, melihat ada makanan dan minuman tidak peduli milik siapa langsung saja diembat, dirampas, tanpa peduli orang lain. Yang penting diri sendiri merasa puas melakukan apa saja yang diinginkan. Seharusnya sebagai kader partai baru dalam melakukan segala tindakan dan tingkah laku lebih berhati-hati, cermat, cerdas dan memberi contoh yang baik. Apalagi pendiri partainya menjadi presiden/penguasa di negeri ini seharusnya mereka menjaga kredibilitas dan kehormatannya agar tidak mencemarkan nama baik presiden dan partainya yang sedang berkuasa. Tapi, nyatanya, mereka malah ugal-ugalan seperti tidak bermoral saja. Seharusnya mereka mencari simpati rakyat, lebih-lebih sudah menjadi  partai penguasa.
Tidak seperti partai yang kader-kadernya militan dan hasil binaan. Walupun ada kadernya yang korupsi, namun umumnya dilakukan oleh kader-kader yang sudah tua yang mungkin sudah mendekati pelupa, pikun atau merasa sudah tua kapan lagi akan menikmati harta kekayaan yang melimpah kalau tidak dari hasil korupsi. Makanya karena sudah tua sebagian kadernya ada yang rakus, mungkin pada saat mudanya dulu belum ada kesempatan untuk merampok uang negara dan uang rakyat, atau mungkin juga karena harta kekayaannya masih kurang/belum mencukupi untuk anak-cucunya 7 turunan. Bisa saja itu terjadi. Namun bagaimanapun juga kader binaan, militant, beda dengan kader muda pendatang baru dan kutu loncat. Kader binaan sudah digembleng dan sering diwejang serta ditanamkan sifat militan dan ideologi partainya untuk membela, memperjuangkan, membesarkan partai apa pun rintangan, halangan, tantangannya akan dihadapi sampai titik darah penghabisan. Semua itu untuk kejayaan partai dan ujung-ujungnya untuk menuju kesejahteraan rakyat, keadilan, kemakmuran, keamanan dan ketenteraman.
Partai Demokrat sebagian besar kader-kader mudanya yang mempunyai potensi menjadi pemimpin di masa depan tidak seperti itu. Dapat dikatakan gege mangsa (tergesa-gesa), belum waktunya sudah tergesa-gesa ingin segera menjadi penguasa. Itu namanya tamak, rakus. Bagaimana tidak dikatakan seperti itu, belum bekerja keras dengan baik, belum mendapatkan hasil yang memadai, ingin cepat kaya dengan cara menggarong uang rakyat.
Bagaimana Partai Demokrat akan maju dan menjadi besar, bila kader-kadernya masa bodoh terhadap partainya. Misalnya saja DPD Partai Demokrat Propinsi Jatim, Sekretarisnya saja jarang berada di kantor partai, rumahnya di Madiun. Kantor DPD-nya memang megah tetapi sepi, kadernya jarang datang, ogah-ogahan, karena tidak ada pemimpinnya yang standby di kantor DPD. Bagaimana bisa mengendalikan kadernya bila para pemimpin utama/inti, Sekretaris/Wakil Sekretaris, direktur eksekutif  atau lainnya, jarang ada di kantor DPD. Masak mengendalikan dan membina kader hanya melalui HP/telepon saja, apa efektif ? Mengapa itu bisa terjadi dan dibiarkan saja ? Makanya bila memilih pengurus partai yang strategis itu harus teliti, cermat, layak dan cerdas serta dilihat potensinya, loyalitasnya, bisa bekerja keras, tidak kenal lelah, dan cukup waktu untuk menangani partai. Jangan hanya asal comot, karena kedekatan, balas budi, yang sifatnya like and dislike saja. Bagaimana kader Partai Demokrat bisa militan untuk membesarkan partainya kalau cara memilih pengurus partainya seperti itu. Ini merupakan kritik membangun demi kemajuan dan kebesaran Partai Demokrat di masa yang akan datang. Kelihatannya Partai Demokrat sekarang sedang redup karena ulah para kadernya yang salah langkah, hanya memikirkan dirinya sendiri untuk kejayaan dirinya sendiri, mengabaikan kepentingan partai yang lebih besar.
Seharusnya DPD I, DPC II termasuk PAC dan Ranting minimal setiap 3 bulan sekali melakukan temu kader untuk membahas berbagai permasalahan partai dan menggembleng kader-kadernya untuk menjadi militan. Perlu dicontoh pembinaan yang dilakukan TNI dan Polri pada anggotanya. Anggota TNI/Polri sampai rela mempertaruhkan nyawanya demi kedaulatan bangsa dan negara. Itu semua hasil dari gemblengan para pimpinan TNI/Polri.
Partai Demokrat bila ingin maju kadernya harus militan dan cepat bergerak, cepat untuk menarik simpati rakyat agar berpaling pada Partai Demokrat. Tapi barang tentu juga harus diperhatikan untuk operasionalnya. Pengurus PAC dan Ranting seharusnya diberikan uang transpor/uang lelah atau apa namanya setiap bulan agar mereka bergairah untuk bekerja, berjuang untuk kejayaan partai, jangan hanya pada saat akan Pilkada, Pileg, Pilpres, ulang tahun partai dan berbagai kegiatan partai lainnya digelontorkan dana yang cukup besar. Ini dirasa tidak efektif dan efisien, karena sekarang rakyat sudah pandai, siapa saja yang memberi uang akan diterima saja tetapi soal memilih suka-suka hatinya saja. Lain dengan kader militan seperti PDIP, PKS, PAN, P3, PKB, Partai Golkar. Kader partai tersebut sulit untuk digoyah, berapa pun uang yang diberikan akan mereka terima saja tetapi soal memilih nanti dulu kecuali kyai/tokoh yang berpengaruh yang mengarahkan baru akan diikuti/diturut. Bila para pimpinan Partai Demokrat tidak memperhatikan pengurus PAC dan Ranting dengan memberi uang saku untuk bergerak, jangan harap Partai Demokrat akan berhasil. Pertanyaannya, dari mana untuk mendapatkan dana itu ? Ketua DPP, DPD, DPC bisa memerintahkan kadernya yang jadi anggota DPR, DPRD I, DPRD II, Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri, para simpatisan dan pimpinan partai yang kaya raya untuk setor pada partai setiap bulannya sekian persen dari gajinya untuk memberikan uang perangsang/transport/uang lelah pada kader yang berjuang di lini bawah dan untuk biaya operasional partai, serta untuk bantuan pada masyarakat miskin yang membutuhkan.
Masak para menteri, gubernur, bupati/walikota, anggota DPR, DPRD I, DPRD II dari Partai Demokrat bergelimang harta sedangkan pengurus PAC dan Ranting sebagai ujung tombak partai tidak mendapatkan apa-apa. Padahal apa yang mereka dapatkan itu semua tidak lepas dari perjuangan pengurus PAC dan Ranting yang ada di bawah. Bila pengurus PAC dan Ranting tidak diperhatikan, jangan salahkan bila mereka bermalas-malasan mengurusi partai. Untuk apa berjuang mati-matian toh bila sudah jadi atau terpilih hasilnya dinikmati sendiri, lupa dengan yang turut memperjuangkannya. Mereka tahunya DPP, DPD dan DPC bergelimang uang karena sumbernya dari mana-mana, tapi mengapa tidak pernah disalurkan ke bawah hanya untuk keperluan para pengurusnya saja ? Mengapa tidak disalurkan ke PAC, Ranting dan masyarakat, melainkan hanya dinikmati para petinggi partai saja. Seperti pengadaan kalender partai saja dikirim dari DPP, mengapa tidak dibuat di masing-masing DPD tapi dananya dari DPP.
Perlu diingat bahwa kejayaan Partai Demokrat masa yang lalu karena figur SBY, bukan hasil kerja keras para kader partai. Sedangkan SBY sudah tidak bisa mencalonkan lagi karena sudah 2 periode berturut-turut menjadi presiden. Bagaimana nasib Partai Demokrat nanti ? Kelihatannya kepercayaan rakyat pada Partai Demokrat memang sudah luntur lantaran banyak petinggi partai tersebut yang tersandung kasus korupsi, tidak sesuai dengan janjinya pada saat kampanye pilpres,”Tolak Korupsi”, eee… ternyata malah korupsi besar-besaran. (R.26)
Oleh :
Drs H Imam Djasmani SH.
Pengamat Sosial dan Politik

No comments:

Post a Comment