Friday, April 18, 2014

LINTAS BERITA : KIAT MEMBUAT JERA KORUPTOR

BANYAK pendapat pakar hukum tentang efek jera bagi koruptor di negeri ini. Istilahnya, dalam peribahasa yakni “banyak jalan menuju Roma”. Maklum, dari tahun ke tahun kasus korupsi makin bertambah saja. Bahkan di tahun 2014 ini muncul kasus korupsi temuan KPK pada elit-elit politik yang menjabat gubernur, bupati dan pejabat negara lainnya.
“Saya menyebut koruptor bertambah terus seperti deret ukur sedang penanganannya atau pemberatasannya seperti deret hitung saja, satu, dua, tiga dan seterusnya, meski di Indonesia sudah ada pengadilan khusus tindak pidana korupsi,” tegas Advokat Dr Ir H Yudi Wibowo Sukinto SH MH.
Terinspirasi dengan kasus-kasus tersebut, Yudi Wibowo Sukinto membuat tulisan berjudul “Konsep Efek Jera Bagi Koruptor”. Seterusnya tulisan berbobot tersebut dikirim ke Sekretariat Negara (Setneg). Ternyata Sudi Silalahi, Menteri Sekretariat Negara RI, merespon dan tertarik pada tulisan Yudi.
Terbukti pekan lalu tulisan Yudi sudah muncul di  NEGARAWAN, buletin bulanan berisi Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI, yang mempunyai motto “Berpikir, Bertindak untuk Kepentingan Bangsa dan Negara” setebal 163 halaman disertai suplemen galeri foto para negarawan 21 halaman.
Dalam buletin tersebut, pada halaman satu diisi oleh H Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI, sewaktu pertemuan negara penghasil minyak di Nusa Dua, Bali, dengan judul,“Transcrip of Opening Remarks APEC Leaders Meeting Retreat Session I” sebanyak 6 halaman. Seterusnya, Sudi Sialahi, Mesneng RI, menulis judul,“Menjadikan Pemilu 2014 sebagai Bagian dari Kemajuan Pembangunan” sebanyak 6 halaman juga. Dan, dilanjutkan oleh Waris, Sekjen Dewan Ketahanan Nasional RI, Djohan Effendi, Priyono Tjiptoherijanto dan J Kristiadi, yang keduanya merupakan pengamat politik handal.
Berikutnya adalah tulisan Yudi Wibowo Sukinto sebanyak 7 halaman yang merupakan usulan kepada pemerintah RI mengenai efek jera bagi koruptor.  Dikatakan Yudi yang kini menjadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep dan menjadi pembicara masalah hukum di salah satu Radio FM di Surabaya, bahwa efek jera yang diusulkan dimungkinkan bisa tercapai. Dijelaskan Yudi bahwa tindak pidana korupsi bila terbukti maka sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim adalah hukuman pokok, hukuman denda dan hukuman tambahan. Hukuman denda (subsidair) yang menyebut jumlah rupiah bila tidak dibayar maka diganti dengan hukuman tambahan.
Yudi mencontohkan kasus korupsi P2SEM yang dilakukan oleh Ketua DPRD Provinsi Jatim, H Fathorrosyid. Ketika itu selain mendapat hukuman pokok selama 4 tahun, Fathor diharuskan mengembalikan uang sebesar Rp 5.900.000.000,- atau subsidair selama 5 bulan penjara. “Ternyata ia memilih mendekam di jeruji besi Rutan Medaeng selama 5 bulan,” tegas alumnus S3 Unibraw Malang ini.
Begitu pula kasus-kasus korupsi lainnya, seperti yang dilakukan oleh Susno Duaji, mantan Kabareskrim Mabes Polri, dalam kasus korupsi dana Pengamanan Pilkada Jabar 2008 dan korupsi penanganan PT Salman Arwana Lestari.
“Seharusnya pidana tambahannya jangan dipidana saja tetapi harus dipekerjakan dengan upah UMR, misalnya di Jakarta sebesar Rp 2.500.000,- per bulan. Sebab kalau dipidana tambahan 5 bulan tanpa dipekerjakan maka tak ubahnya ‘pindah tidur’ di penjara. Maka, jangan salahkan kalau dalam penjara tersebut disibukkan dengan nyabu, minum minuman keras, judi dan lain-lain secara sembunyi-sembunyi. Pada akhirnya seusai keluar dari penjara kejahatannya malah meningkat. Dahulunya hanya sebatas nyabu, bisa meningkat menjadi pengedar sabu dan seterusnya”.
Kembali pada kasus korupsi, lanjut Yudi, kalau terpidana dendanya sekian miliar tetapi tak mau/mampu bayar maka harus dibagi dengan upah UMR dikalikan bulan, hasilnya bisa puluhan bulan bahkan bisa saja ratusan bulan. Dan, selama masa tersebut harus dipekerjakan di bagian upah yang paling rendah. Misalnya, terpidana peternakan bisa dipekerjakan di bagian membersihkan kandang babi,  bisa dipekerjakan memandikan kuda. Terpidana yang ahli mesin bisa dipekerjakan sebagai sopir. “Bahkan bilamana perlu bisa diperjakan sebagai tukang korek sampah untuk didaur ulang. Cara-cara demikian dijamin akan menimbulkan efek jera. Dan bila disosialisasikan maka yang terjadi adalah enggan melakukan korupsi dan negara kita bisa bersih dari korupsi”.

Yudi mengharapkan tulisannya berjudul “Konsep Efek Jera Bagi Koruptor” dengan The Imprisonment for Non Payment of Fine Negara Republik Indonesia yang sudah dimuat/dibukukan di Majalah Negarawan, Jurnal Kementrian Mensesneg RI, menjadi acuan RUU KUHAP yang dibuat oleh Prof Dr Andi Hamzah SH. “Sehingga RUU KUHAP  tersebut ada manfaatnya bagi nusa, bangsa dan negara RI, bisa efektif, selain membuat efek jera pada koruptor juga dapat digunakan untuk tindak pidana lainnya yang bersifat menimbulkan kerugian negara/daerah yang diwajibkan oleh undang-undang untuk menggantinya,” harap Yudi. (Tim)R.26
Advokat Dr Ir H Yudi Wibowo Sukinto SH MH

No comments:

Post a Comment