Saturday, May 17, 2014

DRESTA BALI : KASUS BBM ILEGAL SERANGAN : REKOMENDASI YANG DIGUNAKAN TURUT “ASPAL” ?

KASUS BBM ilegal Serangan yang diduga dilakukan Nyoman Turut dan Wayan Pasek Wijaya masih menjadi topik pembicaraan hangat masyarakat Serangan. Masih menjadi misteri, sehingga semakin menarik diangkat ke ranah publik mengingat ragam kejanggalan dan pertanyaan yang belum terjabarkan hingga kini. Surat verifikasi dan rekomendasi pembelian BBM, contohnya, yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Peternakan Kota Denpasar diperuntukkan bagi kelompok nelayan Serangan yang diwakili I Nyoman Turut.
Menurut Ida Bagus Suanda, Kasi Pengembangan Usaha Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar, mewakili Drh IGA Astiwati, Kepala Bidang P2HP, dan seizin kepala dinas, menuturkan bahwa surat verifikasi dan rekomendasi pembelian BBM untuk Nyoman Turut hanya sekali diberikan. Yakni, surat tertanggal 15 Januari 2013, perihal surat untuk usaha mikro bernomor 523.3/2555/DPPK yang hanya berlaku hingga 3 bulan terhitung sejak 2 April 2013. Jumlah BBM bersubsidi dalam surat itu sebanyak 27.000 liter jenis premium dan sebanyak 12.000 liter jenis solar, bukan sebanyak 900 liter per bulan seperti dikatakan sebelumnya.
“Surat itu hanya berlaku hingga 15 Juli 2013. Dan, itu surat rekomendasi pertama sekaligus terakhir kami untuk kelompok nelayan Serangan yang diwakili Nyoman Turut. Sejak surat itu kami tidak lagi mengeluarkan rekomendasi pembelian BBM untuk yang bersangkutan,” ujar Suanda.
Aneh, jika surat rekomendasi yang dikeluarkan pihak Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar itu berakhir hingga 15 Juli 2013, besar kemungkinan surat yang dimiliki Nyoman Turut itu Aspal alias asli tapi palsu. Asli surat rekomendasi namun palsu karena tidak diakui pihak Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar yang disebut-sebut sebagai pihak pemberi rekomendasi.
Lalu surat apakah yang diamankan pihak Polresta Denpasar sebagai barang bukti atas kasus BBM ilegal yang disangkakan terhadap I Nyoman Turut ?
Itulah salah satu tanda tanya besar yang harus diungkap para penegak hukum. Pasalnya, pengungkapan hingga penangkapan tersangka berikut pengamanan barang bukti kasus yang telah di-SP3-kan itu, sekitar September 2013. Atau, tepatnya pada Kamis, 12 September 2013, sementara surat verifikasi dan rekomendasi yang dikeluarkan pihak Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar itu diakui berakhir hingga 15 Juli 2013. Padahal salah satu barang bukti yang diamankan pihak Polresta Denpasar sendiri, saat itu, adalah surat verifikasi dan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi dari Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar. Lo kok ???
Pihak PT (Persero) Pertamina Unit Pemasaran V Cabang Denpasar di Jalan Sugianyar, Denpasar, melalui M Ivan Syuhada, ditemui FAKTA secara terpisah, bahkan mengaku hingga kini pihaknya belum menerima tembusan surat verifikasi dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Peternakan Kota Denpasar yang ditujukan kepada SPBU 54.801.16 di Jalan By Pass Ngurah Rai – (Makro), Pesanggaran, Denpasar, itu. Kendati mengaku pernah melihatnya di SPBU dimaksud, dirinya beserta staf bagian surat-menyurat atau pihak administrasi kantornya justru mengaku belum pernah melihat surat yang katanya ditembuskan terhadap kantornya itu.
Hal yang tak kalah mencengangkan adalah pengakuan para anggota Kelompok Nelayan Cipta Karya 1 Serangan. Mereka mengaku tidak pernah sekali pun sejak menjadi nelayan mendapat jatah BBM bersubsidi yang dialokasikan oleh pemerintah melalui surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Peternakan Kota Denpasar itu. Pembelian BBM untuk kebutuhan mesin boat mereka hanya dilakukan pada SPBU di Serangan. Pembeliannya tidak pernah dilakukan pada SPBU di By Pass Ngurah Rai – Makro, Pesanggaran, sebagai pihak yang ditunjuk dalam surat rekomendasi itu untuk melayani pembelian BBM bersubsidi anggota kelompok nelayan Serangan. “Dan bahan bakar mesin boat kami, premium, Pak. Bukan BBM solar seperti yang diberitakan di media,” ujar pria 48 tahun yang meminta supaya namanya ditulis inisial WS, diamini tujuh nelayan lain, dua di antaranya berinisial MW (52) dan NU (45).
Jika pengakuan itu benar, ke manakah BBM bersubsidi itu disalurkan Nyoman Turut ? Bahkan, jika benar demikian, dipastikan terdapat kerugian uang negara dengan angka fantastis yang penyalurannya tidak jelas atau tidak tepat sasaran. Uang sebesar Rp 526.500.000,- (lima ratus dua puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) itu menguap tanpa jelas peruntukannya dan siapa yang menikmatinya. Uang sejumlah itu terakumulasi jika harga satuan liter BBM non-subsidi diambil kisaran Rp 11 ribuan dan harga setelah subsidi sebesar Rp. 6.500,- sehingga besaran subsidi dalam setiap liternya senilai Rp 4.500. Nilai subsidi sebesar itu dikalikan dengan total jumlah BBM yang didapat melalui rekomendasi itu selama 3 bulan, yakni sebanyak 39.000 X 3 = 117.000 liter premium dan solar.
Untuk diketahui, kelompok nelayan di Serangan sendiri sebanyak 2 kelompok. Kelompok pertama bernama Nelayan Cipta Karya 1, dan kelompok kedua bernama Nelayan Cipta Karya 2. Jumlah anggota masing-masing kelompok berkisar 35 orang dan menurut WS, MW dan NU, pada kelompok Nelayan Cipta Karya 1 anggota aktif atau yang masih beraktivitas sebagai nelayan hanya sekitar 65 %-nya saja. (F.915) majalah fakta online

No comments:

Post a Comment