Friday, July 18, 2014

OPINI : KETIKA PARA MANTAN JENDERAL TIDAK MEMBERI CONTOH PADA PRAJURIT DAN RAKYAT

HIRUK-pikuk menghujat Capres Prabowo Subiyanto diblejeti dari rekam jejak masa lalunya. Agum Gumelar, mantan Letjen TNI AD sebagai anggota DKP (Dewan Kehormatan Perwira) mengatakan, Prabowo sebenarnya dipecat hanya bahasanya saja diperhalus jadi diberhentikan dengan hormat karena Prabowo Subiyanto menantunya Presiden RI, Suharto.
Selain itu Prabowo dikatakan indisipliner, pergi keluar negeri tidak ijin. Dan, juga kenaikan pangkatnya dalam kurun waktu 1,5 tahun) naik 3 (tiga) kali, dan lainnya. Beberapa penyampaian Agum Gumelar saat diwawancarai oleh reporter Metro TV tanggal 10 Juni 2014 tersebut, yang disayangkan banyak pihak, mengapa hal seperti itu diungkapkan Agum Gumelar pada saat pencapresan Prabowo sekarang ? Sedangkan saat Prabowo jadi cawapres berpasangan dengan Megawati tahun 2009, katanya masalah itu sudah selesai dan tidak ada masalah. KPU pun dalam menyeleksi Prabowo juga tidak ada masalah. Tapi, mengapa kok sekarang digonjang-ganjing lagi yang tidak jelas arah dan ujung pangkalnya ? Apakah Agum Gumelar ada keinginan balas dendam menjatuhkan Prabowo dalam pencapresan sekarang ? Sebab, Agum Gumelar terang-terangan sudah memilih Capres-Cawapres Jokowi - JK.
Apakah ini dapat dikatakan Panglima TNI tidak berhasil membina para mantan jenderal TNI AD-nya ? Semua itu gara-gara bocornya surat pemberhentian Prabowo. Namun apa yang disampaikan oleh Jenderal Purnawirawan Suryo Prabowo bertentangan, bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Agum Gumelar. Menurut mantan Jenderal Suryo Prabowo, surat pemberhentian Prabowo tersebut diragukan kebenarannya/keasliannya. Seharusnya dalam DKP, pemberhentian seorang Letjen itu setidak-tidaknya harus ada 3 Jenderal anggota DKP pangkat terendah Letjen. Sedangkan ini jenderalnya cuma satu orang saja. Dan nomor suratnya pun tidak benar, tidak seperti itu menurut Suryo Prabowo. Surat itu bisa saja direkayasa ada nuansa politisnya.
Agum Gumelar pada saat itu masih Mayjen pensiun baru pangkatnya dinaikkan jadi Letjen, kenaikan pangkat kehormatan. Pada saat itu Prabowo dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM dan sudah ditangani oleh pemerintah. Mantan Jenderal Suryo Prabowo mengatakan bahwa Agum Gumelar itu kalah bersaing dengan Prabowo Subiyanto pada saat masih aktif di TNI maupun sudah berhenti dari TNI. Prabowo itu memang pintar dan cerdas, dia memang hebat, sering sekolah keluar negeri dan prestasinya memang luar biasa, ya kebetulan saja Prabowo jadi menantunya Pak Harto. Bila Prabowo dikatakan pintar dan cerdas ya tidak salah karena dia itu kan anaknya Profesor Doktor Sumitro Djojohadikusumo dengan julukan Begawan Ekonomi. Prabowo sejak remaja sekolah di luar negeri.
Sedangkan mantan Panglima TNI AD, Djoko Santoso, merasa prihatin dan malu melihat sesama mantan jenderal petinggi TNI AD seperti itu, sebenarnya tidak perlu terjadi.
Mayjen Purnawirawan Kiflan pun menjelaskan bahwa apa yang disampaikan Agum Gumelar itu tidak benar, dia tidak mengerti sejarah, apa yang disampaikan bertentangan dengan isi surat pemberhentian Prabowo oleh Presiden dan isi rekomendasi yang disampaikan oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) kepada Presiden agar Prabowo diberhentikan dengan hormat dan terima kasih atas jasa-jasanya dan diberi hak pensiun. Isi rekomendasinya seperti itu bukan karena Prabowo menantunya Soeharto, itu tidak mungkin, karena Soeharto sudah tidak jadi presiden, sudah berhenti. Menurut Kiflan, sidang DKP itu “abal-abal” hanya rekayasa yang dilakukan oleh para jenderal yang sakit hati dan dendam untuk menyingkirkan Prabowo.
Menurut reporter TV One bahwa dokumen surat pemberhentian Prabowo di Mabes TNI AD tidak ada. Menurut Kiflan, itu berarti DKP benar-benar akal-akalan rekayasa saja. Pada saat 13 aktifis yang dikatakan teroris hilang diculik itu Prabowo sudah pindah menjadi Pangkostrad. Komandan Kopasusnya pada saat itu Mayjen Rudi. Jadi, Prabowo sudah tidak ada kaitannya dengan penculikan tersebut.
Masih menurut Kiflan, yang membocorkan surat pemberhentian Prabowo adalah Fatkhurozi karena yang menunjukkan surat itu mereka. Surat tersebut merupakan rahasia negara maka Fatkhurozi bisa dikenakan pidana walaupun mantan jenderal. Seharusnya pada saat Megawati jadi Presiden, bila Prabowo masih bermasalah dan melanggar HAM mengapa tidak diusut sampai tuntas, mengapa baru sekarang Prabowo menjadi capres dipermasalahkan dan diungkap serta dihujat habis-habisan.
Sebenarnya apa yang disampaikan Agum Gumelar itu tidak perlu terjadi, sama saja mencoreng korps TNI AD. Mengapa sikap para mantan jenderal TNI AL dan TNI AU tidak seperti para mantan jenderal TNI AD yang cerai-berai ? Mengapa harus seperti itu ? Kelihatannya menyimpan dendam kesumat dan bisa-bisa sampai dibawa mati.
Katanya, TNI itu sangat kuat walaupun sudah purna tetap dijaga kekompakan, kesatuan dan persatuannya. Ya, tidak tahu lagi bila sejak masih aktif di TNI sudah bermusuhan hanya saja tidak kelihatan karena tidak ada keberanian untuk melawannya. Menunggu kalau sudah pensiun saja untuk dihabisi, menunggu saat yang tepat.
Mantan Panglima TNI, Djoko Santoso, dan Suryo Prabowo minta pada Panglima TNI untuk mengusut dengan tuntas surat pemberhentian Prabowo Subiyanto yang dibocorkan itu agar diketahui siapa sebenarnya yang membocorkannya, bila sudah diketahui agar pelakunya segera diajukan ke lembaga hukum karena itu membocorkan rahasia negara. Dengan bocornya surat tersebut dapat dimanfaatkan oleh kelompok tertentu sebagai alat untuk menyudutkan atau untuk menghancurkan kelompok lain yang akibatnya mengganggu stabilitas politik dan keamanan di dalam negeri. Rakyat tidak ingin pesta demokrasi ini diciderai oleh ulah perorangan atau kelompok tertentu.
Bila Prabowo Subiyanto tidak bersih atau tercela masih dianggap melanggar HAM ya institusi KPU saja yang dituntut, sebab mengapa KPU meloloskan Prabowo Subiyanto maju dalam capres, jangan hanya membuat isu-isu negatif yang membuat dan mengganggu stabilitas politik dan keamanan nasional.
Penulis mengakui PDIP dalam hal ini Megawati Sukarnoputri memang hebat dan benar-benar memiliki kewibawaan yang luar biasa, sulit untuk ditandingi. Karena pada saat Prabowo jadi Cawapres mendampingi Megawati sebagai Capres tahun 2009, tidak ada satu pun orang ataupun kelompok yang berani mengungkit-ungkit atau menghujat rekam jejak Prabowo masa lalu. Atau, tidak tahu lagi kalau yang mengungkit-ungkit/menghujat itu lawan politiknya, dalam hal ini kelompok pendukung Capres-Cawapres Jokowi - JK untuk mempengaruhi para pihak agar tidak memilih Prabowo Subiyanto. Itu semua kita serahkan saja pada rakyat sebagai pemilih yang menilainya.
Capres-Cawapres yang memenangkan pemilihan  umum 9 Juli 2014 itulah yang terbaik, jadi hentikan perbuatan saling menghujat agar masyarakat hidup damai dan tenang, tidak saling bermusuhan. Berkompetisilah yang sehat dan ksatria, tidak perlu saling menghujat, mencaci-maki, mencari-cari kesalahan pihak lain, tunjukkan kehebatan masing-masing capres-cawapres, dan para pendukungnya bersikaplah yang santun dan bersahabat, tunjukkan kepribadian bangsa. Perlu diketahui, capres yang makin dihujat akan membuat masyarakat makin kasihan dan makin simpati sehingga elektabilitasnya akan makin tinggi dan meningkat. Ingat pada saat SBY dihujat, dicaci-maki, dikatakan jenderal seperti anak kecil, apa yang terjadi ? Masyarakat malah menjadi simpati pada SBY. Elektabilitas SBY menjadi tinggi dan meningkat, yang akhirnya terpilih jadi presiden mengalahkan Megawati. Jangan-jangan nanti juga seperti itu, akhirnya Prabowo yang terpilih jadi presiden mengalahkan Jokowi. (R.26) majalah fakta online
Oleh :
Imam Djasmani
Pengamat Sosial, Hukum dan Politik

No comments:

Post a Comment