Thursday, August 21, 2014

LINTAS PAPUA : SEKDA KOTA JAYAPURA DITAHAN

Sekda Kota Jayapura, RDS, saat akan ditahan di LP Abepura
SEKRETARIS Daerah (Sekda) Kota Jayapura berinisial RDS akhirnya ditahan di Lapas Abepura oleh Kejaksaan Negeri Jayapura, Kamis (10/7).
RDS ditahan karena diduga kuat bersalah dalam kasus pengadaan batik PNS Pemkot Jayapura senilai Rp 1,7 miliar untuk anggaran daerah tahun 2012. Pemeriksaan terhadap RDS sendiri dilakukan oleh tim penyidik sejak pukul 09.30 WIT hingga pukul 15.00 WIT. RDS tampaknya enggan keluar dari kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jayapura karena telah ditunggu oleh belasan wartawan di luar ruangan. Hingga pukul 16.00 WIT, RDS baru mau keluar dari ruangan pemeriksaan dan berlari menuju belakang kantor Kejari untuk meninggalkan lokasi dengan menggunakan mobil DS 1668 AN.
“Hari ini Kejari Jayapura resmi menahan RDS terhitung mulai tanggal 10 Juni 2014 sampai 29 Juli 2014, dua puluh hari pertama, di Rutan Kelas II Abepura,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jayapura, Fudhoil Yamin SH, kepada wartawan di ruang kerjanya usai RDS meninggalkan kantor Kejari untuk selanjutnya ditahan di Lapas Abepura.
Kajari menjelaskan, mengenai kerugian negara dari dugaan korupsi pengadaan batik senilai Rp 1,7 miliar tersebut masih dihitung oleh tim dari kejaksaan. Namun perkiraan kerugian negaranya adalah sekitar Rp 700 juta. “Beliau aktif mengeluarkan dokumen untuk pencairan dana tersebut. Jadi ada beberapa dugaan kami mengenai keterlibatan beliau,” kata Fudhoil.
Kajari juga menjelaskan bahwa motif dari kasus korupsi tersebut adalah Sekda RDS aktif mengeluarkan dokumen-dukumen yang digunakan untuk pencairan dana pembelian batik. “Kejari memiliki beberapa dugaan mengenai keterlibatan beliau. Tersangka sendiri mengaku tak pernah melihat jenis barang atau kain batik itu,” tuturnya.
Begitu juga dengan kontraktornya, lanjut Kajari, RDS mengaku tak pernah bertemu dengan yang bersangkutan. “Di samping penerimaan barang, ada juga penandatanganan si kontraktor itu yang dia tidak kenal. Kemudian juga tanda tangan beliau yang di Surat Perintah Pembayaran (SPM) disebut beliau sebagai PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) padahal beliau mengaku bahwa PPTK ini tidak ada SK, tidak ada,” lanjut Kajari.
Dikatakannya, di samping Sekda RDS tanda tangan sebagai PPTK, Sekda RDS juga tanda tangan selaku Kuasa Pengguna Anggara (KPA), karena anggaran ini ada di Sekda maka dialah pengelolanya dan KPA-nya.
Menurut Kajari, secara administrasi hal ini tidak dibenarkan dan Sekda sendiri menurut Kajari, sadar bahwa hal itu salah. “Mestinya beliau tidak tanda tangan itu. Nah akhirnya uang keluar berdasarkan pada dokumen-dokumen yang dia tanda tangani. Beliau mengakui itu tadi, dan menyadari bahwa ada kesalahan di administrasi itu,” lanjut Kajari.
Kajari mengatakan bahwa masih terbuka kemungkinan akan adanya tersangka lain, dan pihaknya nanti akan membuat strategi apakah akan mengungkap kasus itu mulai dari hilir atau hulunya. Sementara dua tersangka lainnya, masih digunakan sebagai saksi untuk memperkuat kasus itu.
“Nanti kita lihat perkembangannya seperti apa. Kalau beliau sendiri akan dikenakan pasal 2 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001,”tegas Kajari.
Sementara kuasa hukum RDS, Yohanes Bonay SH, mengatakan bahwa kliennya tidak bersalah dalam kasus tersebut. Sekda sendiri, kata Yohanes, tidak tahu sama sekali mengenai pengadaan batik itu. Menurutnya, RDS hanyalah korban dari stafnya sehingga proses penetapan RDS sebagai tersangka juga terlalu dini. “Ini kan proyek tahun 2012 dan beliau tidak tahu apa-apa, jadi ini hanya soal administrasi karena beliau dianggap menandatangani SPM, dan bahwa beliau juga ditulis PPTK tetapi beliau tidak tahu bahwa ada PPTK, padahal PPTK harus terjadi di tahun 2012, dan beliau menjabat tahun 2013,” tegasnya.
Yohanes sendiri mengklaim bahwa seharusnya yang layak dijadikan tersangka adalah Sekda sebelumnya karena proyek tersebut adalah tahun 2012. “Kajari bilang ini kita jalani dulu, tapi sebenarnya ini tidak pada tempatnya,” sambung Yohanes. (Edi Sasmita) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment