Thursday, March 5, 2015

BERITA UTAMA : KOMJEN POL BUDI GUNAWAN BELUM DILANTIK TAPI JUGA BELUM DIGANTI

Presiden Jokowi didesak untuk bersikap tegas terhadap pihak-pihak yang berusaha melakukan pelemahan KPK

Komjen Pol Budi Gunawan (BG)
KOALISI elemen sipil telah membangun sebuah kekuatan baru untuk menolak kriminalisasi terhadap Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia. Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Mafia (GeRAM) tersebut menduga ada upaya kuat untuk melemahkan kinerja KPK yang dilakukan oleh sebuah kekuatan tertentu secara serius, sistematis, nyata dan masif. Tujuannya, untuk menghambat proses penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia.
''Kami menyatakan sikap untuk menolak kriminalisasi terhadap lembaga
KPK,'' kata Wahyu Pratama,
Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Pos Meulaboh, selaku juru bicara GeRAM, saat jumpa pers di warung
Endatu Kopi, Lorong Kuini, Gampong Ujong Baroh, Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat, Minggu (25/1).
Wahyu Pratama dari LBH didampingi Koordinator Gerakan Anti Korupsi
(GeRAK) Aceh Barat, Baharuddin Bahari,
Koordinator Forum Komunikasi
Generasi Muda Aceh Barat (FK-Gemab), Oma Arianto,
Koordinator Komunitas Masyarakat Barat Selatan Aceh (KMBSA), Fitriadi Lanta, Koordinator Acehnes  Solidarity From Humanis (Asoh), Safrijal, dan Ketua Persatuan Islam Indonesia (PII) Meulaboh, Aidil Firmansyah.
Menurut Wahyu, penangkapan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW), oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim
Polri) dengan cara yang arogan dan sewenang-wenang merupakan bentuk
pelemahan KPK yang bertujuan untuk menghambat proses penegakan hukum
tindak pidana korupsi di Indonesia. Sebab penangkapan dan penetapan
BW sebagai tersangka itu secara serta-merta akan berpengaruh pada terhambatnya
kinerja lembaga anti
-rasuah itu.
Katanya lagi, kriminalisasi terhadap Pimpinan KPK ini kembali terjadi setelah
ditangkap
nya Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto yang dikenal dengan istilah Cicak vs Buaya tahun 2009 lalu di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal yang sama saat itu juga terjadi pada penyidik KPK, Novel Bawesdan, yang sedang menyidik kasus simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) yang melibatkan seorang jenderal polisi.
Untuk itu, GeRAM Aceh Barat mengutuk segala tindakan politisasi, kriminalisasi dan penangkapan BW oleh Polri dengan arogan dan sewenang-wenang menggunakan kekuatan politik serta memanfaatkan lembaga penegak hukum.
Elemen Sipil Masyarakat Aceh Barat saat jumpa pers
terkait upaya pelemahan KPK, Minggu (25/1)
 
GeRAM juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap tegas terhadap pihak-pihak yang berusaha melakukan pelemahan KPK. Dan, presiden
diminta tidak menghentikan pimpinan KPK sebelum tim independen
menetapkan BW melakukan pelanggaran.
Selain itu koalisi elemen sipil juga mendesak Polri dan KPK agar proporsional dan berkomitmen kuat dalam penegakan hukum untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, sekaligus mengajak partisipasi rakyat dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Heboh KPK vs Polri atau diistilahkan dengan Cicak vs Buaya Jilid 3 yang terjadi sekarang dipicu oleh penetapan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka korupsi yang dibacakan Ketua KPK, Abraham Samad, didampingi Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, pada 13 Januari 2015. "BG menjadi tersangka kasus tipikor saat menduduki jabatan Kepala Biro Pembinaan Karir Mabes Polri. KPK telah melakukan penyelidikan setengah tahun lebih terhadap kasus transaksi mencurigakan yang melibatkan BG. Penetapannya sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan dua alat bukti," kata Abraham Samad.
Padahal 10 Januari 2015 Presiden Jokowi memilih Komjen Pol BG sebagai calon tunggal Kapolri dan sesuai aturan diajukan kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan.
Kemudian pada 15 Januari 2015, dalam sidang paripurna, DPR RI mengamini usulan Komisi III untuk menunda pemilihan pemimpin KPK untuk menggantikan Busyro Muqoddas. Kursi kelima di pucuk pimpinan KPK itu akan diisi bersamaan dengan pergantian empat pemimpin KPK yang lain pada akhir 2015 mendatang. Selain itu DPR RI juga menerima usulan Komisi III untuk menyetujui permintaan Presiden Jokowi untuk memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai Kapolri dan mengangkat Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri.
Selanjutnya, pada 19 Januari 2015 Mabes Polri mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Pol BG oleh KPK. Gugatan tersebut dilayangkan oleh Divisi Hukum Polri kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tanggal 21 Januari 2015, kuasa hukum BG, Egi Sudjana SH, melaporkan pimpinan KPK ke Kejaksaan Agung lantaran dinilai menyalahi prosedur saat menetapkan kliennya (BG) sebagai tersangka. Surat penetapan KPK dikatakannya cuma ditandatangani oleh empat pemimpin, dari yang seharusnya lima pemimpin.
Lalu pada 22 Januari 2015 Pimpinan KPK lagi-lagi dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri oleh kuasa hukum BG, Eggi Sudjana SH. Lembaga antirasuah itu dituding membocorkan rahasia negara berupa laporan penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK ) terhadap rekening BG dan keluarganya. Egi Sudjana Cs juga mengajukan tuduhan pencemaran nama baik.
Pada saat yang bersamaan Pelaksana Tugas (PLT) Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, melancarkan tudingan lain ke arah Abraham Samad. Pemimpin KPK itu, menurut pengakuannya, menaruh dendam pribadi kepada BG. Kata Kristiyanto, karena upaya Samad menjadi calon wakil presiden diganjal oleh BG.
Terus pada 23 Januari 2015 Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mengirimkan selusin pasukan bersenjata lengkap buat menangkap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Bambang diborgol sesaat setelah mengantarkan anaknya ke sekolah. Penangkapan itu didasarkan pada pengaduan bekas anggota legislatif dari Fraksi PDI-P, Sugianto Sabran, dengan tudingan mendalangi kesaksian palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, 2010 silam.
"Terlapor (BW) diduga memberikan keterangan palsu di bawah sumpah," ujar Rikwanto dari Divisi Humas Mabes Polri. Bambang dijerat pasal 242 jo pasal 55 KUHP karena menyuruh memberikan keterangan palsu dalam pengadilan. Dia terancam hukuman pidana 7 tahun penjara.
Pada hari yang sama Presiden Jokowi menyatakan tidak akan mencampuri perseteruan dua lembaga penegak hukum itu. Setelah menerima pimpinan Polri dan KPK, Istana Negara cuma mengimbau kedua lembaga itu agar bersikap obyektif.
Pada 24 Januari 2015 giliran Wakil Ketua KPK lainnya, Adnan Pandu Praja, diadukan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri atas dugaan pemalsuan surat notaris dan penghilangan saham PT Desy Timber.
Tanggal 25 Januari 2015 Presiden Jokowi membentuk tim tujuh buat mengurai kericuhan antara Polri dan KPK. Tim tersebut beranggotakan bekas Wakapolri, Oegroseno, Jimmly Asshidique, mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, dan mantan Wakil Ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas.
Pada 26 Januari 2015 gilirian Wakil Ketua KPK lainnya lagi, Zulkarnaen, yang diadukan ke kepolisian. Ia dijerat dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur pada 2008.
Yang jelas, hingga berita ini dibuat, Presiden Jokowi belum melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri dan juga belum menggantinya dengan calon Kapolri yang lain. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment