Wednesday, July 15, 2015

BERITA UTAMA : SETELAH TAK JADI MENTERI, JADI TERSANGKA KORUPSI

Siap bertanggung jawab. Dihadapkan pula pada kasus dugaan korupsi mobil listrik dan cetak sawah fiktif di Ketapang, Kalbar.

“Saya ambil tanggung jawab ini”
TIDAK percaya tapi fakta. Sosok yang selama ini kita kenal bersih, jujur, tegas, tiba-tiba jadi tersangka korupsi. Ya, itulah yang dialami Dahlan Iskan. Pada Jumat, 5 Juni 2015, Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,06 triliun. Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dalam posisinya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk tersebut.
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Adi Toegarisman SH, penyidik telah mengantongi dua alat bukti untuk menjerat Dahlan sebagai tersangka dalam proyek pembangunan gardu induk PLN Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun 2011-2013 tersebut. Namun, dia tidak mau menyebutkan dua alat bukti tersebut. Dia hanya menjelaskan, ada dua rumusan pokok yang digunakan untuk menjerat Dahlan terkait dengan posisinya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) saat menjabat Dirut PLN.
Rumusan pertama adalah penganggaran proyek yang dilakukan secara multiyear. Penganggaran secara multiyear memang dibenarkan. Namun, menurut versi Kajati DKI, kesalahan terletak pada tanah untuk pembangunan gardu induk yang belum siap seluruhnya. ’’Dari 21 gardu yang akan dibangun, tanahnya yang siap dengan status milik PLN hanya empat lokasi,’’ jelas pejabat asal Madura itu.
Rumusan kedua terkait dengan pembayaran pengerjaan proyek dengan sistem material on site. Menurut kajati, hal tersebut tidak bisa dibenarkan. ’’Itu proyek konstruksi. Harusnya pembayarannya sesuai penyelesaian proyeknya. Bukan atas pembelian barang yang dilakukan rekanan,’’ terang Adi.
Setelah menetapkan Dahlan sebagai tersangka lewat Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) Nomor 752, kajati langsung mencegah mantan menteri BUMN tersebut bepergian ke luar negeri. Meski begitu, mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung itu menegaskan belum akan menahan Dahlan. Sebab, Dahlan dinilai sangat kooperatif. ’’Penahanan seseorang itu ada aturannya. Saat ini, penyidik merasa belum perlu menahan DI,’’ katanya.
Dahlan memang sempat dua kali tidak bisa memenuhi panggilan penyidik karena sejak Maret lalu berada di Amerika Serikat. Begitu tiba di Indonesia, dia langsung datang ke Kejati DKI. Menurut Adi, alasan ketidakhadiran Dahlan masih bisa dibenarkan. ’’Kita lihat sendiri, dalam dua hari ini kan beliau kooperatif,’’ ujar pejabat kelahiran 28 Februari 1960 itu.
            Dahlan sendiri kepada pers menyatakan siap bertanggung jawab. "Penetapan saya sebagai tersangka ini saya terima dengan penuh tanggung jawab. Saya ambil tanggung jawab ini karena sebagai KPA saya memang harus tanggung jawab atas semua proyek itu. Termasuk apa pun yang dilakukan anak buah," kata Dahlan dalam keterangan pers yang diedarkan kepada wartawan seusai diperiksa Kejati DKI Jakarta, Jumat (5/6).
Dahlan akan mempelajari proyek-proyek gardu induk tersebut setelah lebih dari tiga tahun tidak mengikuti perkembangan proyek tersebut. Ia berharap direksi PLN memperkenankannya melihat dokumen-dokumen proyek itu karena ia sama sekali tidak memiliki satu pun dokumen mengenai PLN.
            Tapi, yang jelas, penyidik Kejati DKI sebelumnya telah menahan 9 dari 15 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,06 triliun ini di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur. Para pegawai PLN itu berperan sebagai panitia pemeriksa barang proyek. Mereka dianggap lalai karena meneken berita acara serah-terima hasil pekerjaan yang tak sesuai dengan kenyataan.
Pihak Kejati DKI Jakarta menangani kasus dugaan korupsi pengadaan gardu induk PLN di Jawa, Bali dan Nusra ini sejak 9 Juni 2014. Waktu itu ditetapkan dua tersangka yakni Yusuf Mirand (General Manajer Pikitring Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) dan Ferdinand Rambing Dien (Direktur PT Hifemerindo Yakin Mandiri/HYM). Menurut Kajati DKI Jakarta, Adi Toegarisman SH, Yusuf bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sedangkan tersangka Ferdinand Rambing Dien selaku penyedia barang dan jasa proyek yang nominalnya diperkirakan mencapai Rp 1 triliun.
Kemudian pada 16 Agustus 2014 Kajati Adi Toegarisman menjelaskan bahwa pihaknya tidak sebatas menetapkan 2 tersangka, Yusuf dan Ferdinand. Pihaknya juga tengah membidik keterlibatan pihak lain. Adi mengaku, pihaknya baru menetapkan 2 tersangka dalam kasus ini, karena baru menemukan 2 alat bukti permulaan yang cukup terkait dugaan unsur korupsi. Dari hasil penyelidikan, ternyata dalam proyek itu 1 gardu nilainya sekitar Rp 72 miliar. Jadi, kalau 21 gardu nilainya sekitar Rp 1 triliun. Tapi ini multiyear, 2011, 2012, dan 2013. Hingga Juni 2013 yang menjadi batas akhir pengerjaan proyek tersebut, ternyata belum juga rampung. Padahal negara sudah mengeluarkan dana sekitar Rp 36 miliar untuk proyek 3 gardu PLN di Jati Rangon II, Jatiluhur Baru, dan Cimanggis II.
Pada 29 Oktober 2014 Kajati Adi Toegarisman mengatakan bahwa penyidik sudah terbang ke Bali untuk mendalami dugaan korupsi gardu PLN tersebut. Adi menuturkan, pembangunan gardu induk itu direncanakan dibangun di 21 titik. Namun kenyataannya yang dikerjakan hanya 18 dan pihaknya menganggap ada 13 pembangunan gardu itu yang bermasalah.
Setelah Yusuf dan Ferdinand, kejati juga menetapkan 13 tersangka baru sehingga semuanya menjadi 15 orang. Ke-13 tersangka baru itu adalah Totot Fregatanto selaku ketua merangkap anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) untuk Gardu Induk Jatiluhur dan Jatirangon II, Fauzan Yunas selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa Bali (JJB) IV Region Jawa Barat, Syaifoel Arief selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa Bali (JJB) IV Region DKI Jakarta dan Banten, I Nyoman Sardjana selaku Manajer Kontruksi dan Operasional Pikitring Jawa Bali, Nusa Tenggara, Egon selaku Dirut PT Arya Sada Perkasa yang menjadi pelaksana pembangunan Gardu Induk New Sanur, Tanggul Priamandaru selaku Kuasa Direksi PT Arya Sada Perkasa yang melakukan pekerjaan untuk Gardu Induk New Sanur Bali, Wiratmoko Setiadji selaku Kuasa Direksi PT ABB Sakti Industri yang melakukan pembangunan untuk Gardu Induk Kadipaten, Cirebon, Jawa Barat. Yushan selaku Asisten Engineer Teknik Elektrikal di UPK JJB 2 PT PLN (Persero), Ahmad Yendra Satriana selaku Deputi Manajer Akuntansi PIKITRING Jawa Bali Nusa Tenggara PT PLN (Persero), Yuyus Rusyadi Sastra selaku pegawai PLN (Persero) PIKITRING Jawa Bali, Endy Purwanto selaku pegawai PT PLN (Persero) PIKITRING Jawa Bali, Arief Susilo Hadi selaku pegawai PT PLN Proring Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Hengky Wibowo selaku Kuasa Direksi PT PT ABB Sakti Industri untuk Gardu Induk Kadipaten. Dengan kata lain, Dahlan Iskan menjadi tersangka yang ke-16 dalam perkara korupsi pembangunan gardu induk PLN ini.
Soal aliran dana yang diduga dikorupsi, Kajati DKI Jakarta mengatakan siap menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusurinya. "Ini bagian penyidikan, tentu nanti kita akan lihat ke sana (menggandeng PPATK). Kami lakukan sesuai prosedur hukum, untuk menjaga kualitas. Akan kami lakukan secara hukum ketika itu dibutuhkan," kata Kajati Adi Toegarisman di kantornya, Jalan H R Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar. Dan, dalam perkara korupsi ini, Bos Jawa Pos Group tersebut dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 UU RI No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu Dahlan juga diperiksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung RI sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi 16 unit mobil listrik di 3 BUMN senilai Rp 32 miliar. Pasalnya, kasus dugaan korupsi 16 unit mobil listrik di 3 BUMN ini terjadi saat Dahlan Iskan menjabat sebagai Menteri BUMN. Dalam kasus ini, Dahlan juga diduga memerintahkan sejumlah BUMN menjadi sponsor pengadaan mobil listrik itu untuk mendukung kegiatan operasional Konferensi APEC 2013 di Bali. Namun ternyata mobil tersebut tidak bisa digunakan alias merugikan keuangan negara pula.
Dalam kasus ini, penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Dirut Perum Perikanan Indonesia (Perindo), Agus Suherman, dan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi. Saat kasus dugaan korupsi ini terjadi, tersangka Agus Suherman ‎menjabat Kepala Bidang PKBL di Kementerian BUMN. Sedangkan tersangka Dasep Ahmadi merupakan pihak swasta yang mengerjakan pengadaan 16 unit mobil listrik tersebut.
Hasil penyelidikan tim satgasus, diduga ada penyimpangan. Sebab, 16 mobil itu tidak dapat digunakan. Selain itu, mobil tersebut dihibahkan ke UI, ITB, UGM, Universitas Brawijaya, dan Universitas Riau‎ tanpa ada kerja sama. Penyidik masih terus memeriksa kasus ini dan mencari alat bukti untuk menetapkan tersangka lain.
Dahlan juga tengah dibidik Bareskrim Polri terkait kasus jasa konsultasi dan konstruksi cetak sawah oleh Kementerian BUMN pada 2012-2014 di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kabareskrim Polri, Komjen Pol Budi Waseso (Buwas), mengungkapkan, penyidik Dittipikor Bareskrim Polri saat ini memang masih terus mendalami kasus ini terutama dalam menunjuk seseorang sebagai tersangka.
Sebelumnya diberitakan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri tengah mengusut dugaan korupsi cetak sawah yang terjadi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Proyek cetak sawah fiktif itu merupakan hasil gabungan dari sejumlah perusahaan BUMN yang bernilai Rp 317 miliar. Perusahaan itu antara lain Bank BNI, PT Askes, Pertamina, Pelindo, Hutama Karya, BRI, dan Perusahaan Gas Negara (PGN).
Dirtipikor Bareskrim Polri, Ahmad Wiyagus, menjelaskan pelaksanaan konstruksi pencetakan sawah terjadi dalam kurun waktu 2012-2014. Perusahaan-perusahaan BUMN tersebut menunjuk PT Sanghyang Seri sebagai penggarap sawah. Namun, ternyata pihak Sanghyang Seri melempar kembali proyek tersebut kepada PT Hutama Karya, PT Indra Karya, PT Brantas Abipraya, PT Yodya Karya sehingga diduga proyek tersebut fiktif. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment