Tuesday, July 21, 2015

MAKASSAR RAYA : BK USUL PEROMBAKAN KODE ETIK DPRD

ANGGOTA Badan Kehormatan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Sri Rahmi, mengatakan, Kode Etik DPRD perlu diperbaharui mengingat saat ini tidak sesuai lagi dengan payung hukum yang berlaku di atasnya. “Kode etik yang lama tidak sesuai lagi dengan payung hukum yang berlaku saat ini dan mestinya diperbaharui,” kata Sri kepada wartawan usai pertemuan BK di kantor DPRD Sulsel.
Menurut Sri bahwa kinerja dewan telah memasuki masa triwulan pertama sehingga diperlukan penekanan terhadap anggota tentang regulasi pengaturan kehadiran rapat dalam menjalankan fungsinya sebagai anggota dewan, bukan untuk mengurus bisnisnya di luar untuk kepentingan pribadi masing-masing. “Kasihan masyarakat yang mengharapkan realisasi janji-janjinya pada saat kampanye dulu ternyata tidak demikian setelah terpilih”.
Selama ini BK belum bekerja maksimal karena regulasi dalam aturan yang baru belum dibentuk sehingga kurang efektif dalam memberikan sanksi kepada anggota yang melanggar. Dan selama teriwulan ini belum ada anggota DPRD Propinsi Sulsel yang mendapatkan sanksi sehingga anggota dewan seenaknya melakukan pelanggaran tentang kehadirannya di kantor untuk rapat atau sidang. Sehingga BK saat ini tengah melakukan upaya perbaikan aturan kode etik mengingat yang lama tidak lagi sesuai dengan aturan yang berlaku di tingkat majelis kehormatan di DPR RI. Pada prinsipnya kalau ada anggota dewan merasa bosan atau malas masuk kantor akan datang, baca surat kabar, keluar dan tak akan kembali lagi.
Namun dirinya mengakui belum menelaah lebih jauh perbedaan antara kode etik lama dan kode etik yang baru. “Untuk memahami secara detail kami akan lakukan konfrimasi aturan ini di Majelis Kehormatan dan Badan Kehormatan”.
Sementara Wakil Ketua BK, Anas Hasan, pada kesempatan itu menyatakan, agenda utama pertemuan tersebut membahas Pembenahan Kode Etik. “Agendanya memang membenahi Kode Etik. Saya sudah mengusulkan kepada Sekretaris Dewan agar bisa dikonfirmasikan dengan Kode Etik di DPR RI. Sekwan menyetujui sepanjang keputusan BK bisa difasilitasi”.
Dalam aturan Kode Etik yang lama, kata Anas, disebutkan bila seorang Anggota Dewan tidak hadir dalam rapat enam kali berturut-turut maka diberikan sanksi paling tinggi diberhentikan. Itu merupakan hukuman yang setimpal dengan harapan tidak ada lagi anggota dewan yang menerima gaji buta dari pajak masyarakat.  
Tetapi aturan itu mempunyai celah karena bisa saja anggota dewan tidak hadir secara acak dan tidak berturut-turut sehingga tidak bisa diberikan sanksi. Apalagi yang bersangkutan sangat arogansi ketika diberikan sanksi. Bahkan dia menganggap dirinyalah yang paling berkuasa sehingga merasa tidak ada lagi yang bisa mengatur dirinya.

           Direktur Kopel Sulawesi Selatan, Muhammad Akil Rahman, mengatakan, BK mestinya proaktif dalam melihat aturan tersebut karena hal itu bisa dijadikan celah bagi anggota dewan yang malas tapi rakus. Padahal mereka sudah dapat fasilitas seperti tunjangan perumahan dan uang lelah agar rajin mengikuti rapat jadi tidak ada alasan mereka tidak ikut rapat. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment