KETIKA orang mau
bekerja yang diinginkan adalah upah atau gaji yang senilai atau sedikit lebih
dengan kebutuhannya sehari-hari. Apabila
di suatu daerah sudah menetapkan upah minimum berarti di situlah sebuah
kebutuhan harus dipenuhi. Perusahaan yang ekonominya baik maka tidak menemui
masalah penggajian. Permasalahan akan datang jika perusahaan
sedang menghadapi kesulitan untuk menggaji karyawannya.
Namun perusahaan itu sendiri tidak mau
menghentikan kegiatan usahanya.
Menilik
definisi pekerja seperti yang terdapat dalam UU No.13/2003
pasal 1 angka 3 ; Pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain’. Kemudian pasal 88-nya ;
(1)
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2)
Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
(3)
Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (2) meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena
berhalangan;
d.
upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu
istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara
pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan
dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang
proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak
penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3)
huruf a, berdasarkan kebutuhan hidup layak dan
dengan
memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Untuk
mengurus apabila terjadi keterlambatan gaji dan atau
tindak pidana lain seperti tidak dibayar sesuai dengan UMK atau juga dana
Jamsostek yang tidak dibayarkan ke kantor Jamsostek oleh perusahaan maka
karyawan akan menempuh hal-hal seperti di bawah
ini :
1.
Jalur Bipartit, adalah suatu perundingan
antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial, perundingan ini berdasarkan pasal 3 UUPPHI
selama 30 hari. Apabila perundingan ini gagal maka akan dilanjutkan melalui
jalur Tripartit, yaitu dengan mendaftarkan ke suku dinas atau dinas ketenagakerjaan
dan transmigrasi di wilayah kabupaten atau kota setempat.
2.
Jalur Tripartit, adalah penyelesaian dengan
mediator dari Dinas Nakertrans, yang diatur berdasarkan pasal
4 UU PPHI. Apabila perundingan ini mendapatkan mufakat maka kesepakatan akan dituangkan
pada suatu Perjanjian Bersama (pasal 7 UUPPHI), jika
tidak mencapai mufakat maka akan ditempuh melalui gugatan perselisihan pada
Pengadilan Hubungan Industrial.
3.
Jalur Pengadilan Hubungan Industrial adalah
jalur yang ditempuh oleh pekerja/pengusaha melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan
di Pengadilan Hubungan Industrial yang mewilayahi
tempat kerja. Penyelesaian melalui jenis ini terdapat dalam pasal
5 UUPPHI.
Dalam pasal
95 UU No.13/2003 tentang Tenaga Kerja, pemerintah
mengatur pengenaan denda kepada perusahaan dan/atau
pekerja dalam pembayaran upah.
1.
Apabila upah
terlambat dibayar, maka mulai hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari
hari di mana seharusnya upah di bayar, upah tersebut ditambah dengan 5% (lima
persen) untuk tiap hari keterlambatan.
2.
Sesudah hari
kedelapan tambahan itu menjadi 1 % (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan,
dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi
50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.
3.
Apabila sesudah
sebulan upah masih belum dibayarkan, maka di samping berkewajiban untuk membayar
bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang
bersangkutan.
Penyimpangan yang
mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum.
Oleh karena
itu UPAH adalah sesuatu HAK yang wajib diperoleh oleh PEKERJA yang sudah
melakukan pekerjaannya sesuai dengan kontrak kerja baik lisan
maupun tulisan.
Namun ternyata
banyak sekali yang dianggap sebagai kesulitan-kesulitan
bagi pekerja untuk mengurus apabila terjadi keterlambatan gaji, tidak dibayar
sesuai dengan upah minimum rata-rata, jika
upah lemburnya tidak dibayarkan atau jika ada hal lain yang berhubungan dengan
nyangkutnya uang pekerja pada institusi tingkat lebih tinggi.
Mengacu pada
kasus yang terjadi pada perusahaan perkebunan teh
di Cianjur, karyawannya tidak diberikan upah hingga tiga bulan lebih,
itu sudah melanggar pasal 95 UU No.13/2003.
dan tidak diberikan upah sesuai dengan UMK yang ditetapkan Rp 1.648.000.000,- per
bulan sesuai dengan SK No.
561/kep.1746-bangsos/2014. Karena
itu pengusaha yang tidak membayar gaji sesuai UMK seharusnya dikenakan sanksi pidana
atau denda. Hal ini diatur dalam pasal 185 ayat (1) UU No.13/2003.
“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1)
dan ayat (2), pasal 69 ayat (2), pasal
80, pasal 82, pasal 90 ayat
(1), pasal 143 dan pasal 160 ayat
(4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat ratus juta
rupiah) dan yang paling banyak sebagaimana dimaksud dalam ayat (21) merupakan tindak
pidana kejahatan”.
Dalam hal ini
karyawan harus mengurusnya dengan tahapan yang sangat
panjang dan rumit dan dengan waktu yang sangat lama. Padahal
perut jika tiga bulan tidak diberikan gaji pasti sudah tidak ada kesabaran lagi,
ditambah lagi untuk mengurus hak upah ini
membutuhkan dana yang tidak sedikit pula. Mengurus
hak gajinya keluar saja ternyata sulitnya setengah
mati,
tidak semudah ketika pengusaha menghitung kelebihan/keuntungan usahanya. Memang,
sudah banyak yang berhasil dalam melakukan tuntutan hak ini, namun apabila hal
ini terjadi pada pekerja yang berpendidikan rendah, seperti
apabila di suatu perusahaan yang hampir semua karyawannya hanya tamatan
SD, tentu akan kesulitan
menuntut hak-haknya.
Pemerintah
harus tanggap terhadap kesulitan rakyatnya, apabila rakyat tidak punya
pengetahuan dalam hal hukum akan memakan waktu yang jauh lebih lama lagi.
Pengurusan yang memakan waktu panjang ini terkadang tidak berhasil mendapatkan tuntutan
upahnya, sehingga membuat ciut nyali pekerja untuk maju menuntut haknya. Memang, masalah ini bisa menjadi ajang uji nyali PEKERJA Indonesia yang harus
kuat, tabah dan tawakkal serta harus banyak berdoa kepada Tuhan YME.
Ironisnya, tak sedikit pengusaha yang bergembira
jika pekerjanya mengurungkan niat untuk
melanjutkan tuntutannya. Karena tidak harus mengeluarkan hak-hak
karyawan tersebut. Banyak
pengusaha yang malah lebih suka memberikan ‘sodaqohnya’
kepada pejabat terkait, supaya lebih dekat kepada pejabat tersebut sehingga akan
lebih nyaman dan aman dalam melakukan bisnisnya di hari-hari
mendatang.
Pemerintah
sudah waktunya mempersempit pengurusan hak pekerja (upah). Seperti
yang tertuang pada hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi
wassalam yang memerintahkan untuk memberikan upah
sebelum keringat si pekerja kering. Dari Abdullah bin Umar, Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda : “berikan
kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR Ibnu Majah,
shahih).
Maksud hadist ini adalah bersegeralah menunaikan hak si pekerja
setelah selesai pekerjaannya, begitu juga dimaksudkan apabila telah
ada perjanjian kesepakatan pemberian gaji tiap bulan.
Di negara Barat,
misalkan New Zealand, Australia, mengurus hak pekerja
yang ‘nyangkut’ di
institusinya diciptakan dengan sangat sederhana. Misalkan
ingin mengambil uang TAX REFUND (uang pengembalian dari kantor pajak),
kita cukup membuka website institusi tersebut kemudian mengisi formulir lalu
klik kirim, satu hari kemudian dijawab bahwa sudah menerima isi formulir anda, cukup
kita menunggu di rumah, satu minggu kemudian ada pemberitahuan bahwa uang anda
sudah ditransfer ke rekening anda. Di negara Barat
hampir tidak pernah ada keterlambatan gaji, apabila ada keterlambatan gaji
mereka mengatasinya tidak lebih dari tiga hari. Itu pun
tidak harus berkeliling dari instansi yang satu ke
instansi yang lainnya, cukup
kasusnya diwebsitekan saja, ditambah datang ke kantor solicitor terdekat,
tunggu paling lama satu minggu “dana cair”. Biaya
solicitor tidak lebih hanya seperti sodaqoh saja.
Viva para pekerja !
web majalah fakta / majalah fakta online
Oleh :
Budi S Riyadi.
Kepala Perwakilan Majalah FAKTA Jakarta
|
No comments:
Post a Comment