Saturday, November 7, 2015

SURABAYA RAYA

DPRD Surabaya Larang Miras Dijual Di Minimarket

Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya,
Achmad Zakaria
PENJUALAN miras makin menjadi-jadi hingga DPRD Kota Surabaya mengakomodasi Permendag 06-/M-DAG/PER/1/2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol. Poin-poin yang diakomodasi menyangkut larangan bagi minimarket dan pengecer menjual minuman keras (miras) berkadar alkohol di bawah 5 persen atau jenis bir.
"Mihol (minuman beralkohol) tetap dilarang dijual di toko swalayan, termasuk juga dilarang di toko pengecer lainnya di Surabaya," kata Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Achmad Zakaria.
Setahun lalu, draf Perda Mihol yang dikirim ke Gubernur Jawa Timur belum mengakomodasi Permendag 06/2015 yang melarang minuman beralkohol dijual di toko swalayan. Raperda tersebut ditolak Gubernur Jatim, dan dikembalikan ke Pemkot Surabaya.
Saat ini, DPRD Surabaya sudah membentuk panitia khusus untuk membahas ulang Perda Mihol. Pembahasan revisi raperda itu dilakukan panitia khusus (pansus) dipimpin Edi Rachmat, Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya.
Setelah pansus konsultasi ke Biro Hukum Kemendagri, tambah Zakaria, pansus harus memasukkan Permendag No.06/2015, baik dalam diktum mengingat maupun dalam pasal-pasal.
Di periode lalu, jelas Zakaria, penyusunan perda mihol masih mendasarkan Perpres 74/2013 dan Permendag lama. Sekarang, pansus harus memasukkan poin-poin Permendag No.06 Tahun 2015 itu.
"Kami juga akan mendesak pemkot memasukkan raperda retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol (ITP-MB), karena retribusi ini sudah amanat UU 28/2009," ujarnya.
Selain larangan menjual miras di toko swalayan dan toko pengecer, pansus akan mencermati pasal-pasal lainnya. Dari draf penyempurnaan perda dari pemkot yang diterima pansus, belum memasukkan pasal 14, 15 dan 28 permendag terbaru tentang larangan-larangan. Seperti larangan memperdagangkan minuman beralkohol di lokasi yang berdekatan dengan gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit dan tempat-tempat tertentu yang dilarang.
"Sebagai anggota pansus, saya akan minta kepada pansus untuk memasukkan larangan-larangan ini ke perda. Ini demi untuk menyelamatkan warga Kota Surabaya, khususnya  anak-anak muda, generasi yang akan datang dari penyalahgunaan minuman beralkohol," katanya.

Ketua Pansus Perda Mihol,
Edi Rachmat
Sebelumnya, Ketua Pansus Perda Mihol, Edi Rachmat, menjelaskan, isi perda pada prinsipnya mengatur peredarannya, untuk meminimalisir dampak negatif dari dampak minuman beralkohol yang didapatkan secara mudah. "Akan kita ubah poin yang dilarang gubernur, karena waktu itu kita terkesan menghilangkan bukan mengatur peredarannya," jelas Edi Rachmat.
Dia menegaskan, penjualan minuman beralkohol harus di tempat yang semestinya, agar tidak bisa dilihat semua orang, terutama anak-anak kecil. Pihaknya yakin pengaturan peredaran mihol bisa diterapkan di Kota Pahlawan.
Dia mencontohkan Provinsi Bali yang berhasil membatasi peredaran minuman beralkohol. Hal itu diketahui saat Komisi B melakukan kunjungan kerja ke Bali. "Sebagai kawasan wisata, Bali identik dengan minuman keras, tapi justru bisa menerapkan peraturan perdagangannya. Bahkan sebelum Nyepi, pemerintah daerah setempat menarik minuman beralkohol dari toko modern dan warung-warung. Masak kita tidak bisa seperti Bali ?" ungkapnya. (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment