Sosialisasi
UU 23 Tahun 2014 Di Badung
Prof Dr Sadu Wasistiono : Hibah Wajib Penuhi Persyaratan Administratif
Sosialisasi UU 23/2014
terutama berkaitan dengan desain dan arah kebijakan penataan kelembagaan
perangkat daerah di ruang Kriya Gosana Puspem Badung, Rabu (21/10) |
SERANGKAIAN kegiatan sosialisasi
implementasi UU no. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah di Kabupaten
Badung, nampaknya menjadi curah pendapat yang sangat dinamis, dimana hampir
semua SKPD hadir serta memanfaatkan kesempatan sosialisasi tersebut untuk
meminta penjelasan berkenaan dengan berbagai permasalahan termasuk berkenaan
dengan permasalahan hibah yang ada di Kab. Badung.
Berkenaan dengan
persoalan hibah, Prof. Dr. Sadu Wasistiono. M.Si yang menjadi Tim penyusun UU
23 tahun 2014 ini menegaskan bahwa hibah wajib memenuhi persyaratan
administrative sebagaimana diatur dalam UU 23/2014 yang salah satunya
menekankan hibah dapat diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan
hukum Indonesia.
Spirit dalam UU ini terutama
dalam pengaturan hibah dilandasi oleh latar belakang bahwa selama ini dimana
sedikitnya 18 orang Gubernur dan 32 Bupati/Walikota menjadi tersangka, terdakwa
bahkan dipidana karena tersangkut masalah hibah dan bansos. Oleh karenanya agar
permasalahan hibah/bansos tidak menjadi permasalahan hukum dikemudian hari,
maka pencairan hibah/bansos ini wajib memenuhi persyaratan administrative yang
dipersyaratkan.
Demikian antara lain
terungkap saat sosialisasi UU 23/2014 terutama berkaitan dengan desain dan arah
kebijakan penataan kelembagaan perangkat daerah di ruang Kriya Gosana Puspem
Badung, Rabu (21/10). Sosialisasi sekaligus dialog tersebut dipandu Asisten III
bidang Administrasi Umum Setda Badung I Gst. Ngr. Oka Darmawan serta dihadiri
pimpinan SKPD dilingkungan pemkab badung.
Selain persoalan hibah,
yang menarik dalam dialog yang menghadirkan narasumber Prof. Sadu Wasistiono
yang merupakan dosen IPDN dan dari Biro Organisasi Provinsi Bali Gede Ari
Jayadi ini adalah berkenaan dengan kondisi fiscal Kab. Badung yang berada pada
posisi celah fiscal negative, berimbas pada DAU yang diterima sangat kecil
sehingga penggajian maupun tunjangan kinerja sepenuhnya bersumber dari PAD.
Prof. Sadu menegaskan mestinya guna mendorong dan menggugah daerah yang berhasil
mengelola potensi daerahnya seharusnya justru mendapatkan porsi DAU yang lebih
besar.
Namun demikian terkait
dengan peningkatan kesejahteraan pegawai, berdasarkan UU ASN sangat
dimungkinkan daerah dapat memberikan tunjangan kinerja sesuai dengan kemampuan
daerah. Sementara berkenaan dengan paradigma dalam UU 23/2014, Prof. Sadu
menekankan bahwa terdapat perubahan paradigma pembagian urusan pemerintahan
antar susunan pemerintahan yakni dengan penekanan pada desentralisasi
berkesinambungan antar pemerintah pusat, provinsi dan kab/kota. Sedangkan bila
merujuk UU tentang pemerintahan daerah sebelumnya baik UU 32/2004, UU 22/1999
dan UU 5/1974 dengan menitikberatkan pada otonomi daerah di kab/kota.
“Hal ini seiring dengan
bekerhasilan bangsa Indonesia sebagai Negara terbaik di dunia dalam
melaksanakan system pemerintahan desentralisasi sejak tahun 1998,” ujarnya.
Asisten III Gst. Ngr.
Oka Darmawan mengatakan kehadiran Prof. Sadu yang menjadi salah satu Tim
penyusun lahirnya UU 23/2014 di badung memiliki makna penting dan strategis.
Menurutnya dengan lahirnya UU ini akan berimplikasi terhadap desain dan arah
kebijakan dalam melakukan penataan kelembagaan terhadap perangkat daerah yang
ada di Kab. Badung. “Keberadaan kelembagan ini amat sangat penting karena berkaitan
dengan kewenangan, tugas pokok dan fungsi yang nantinya akan sangat menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah terutama pencapaian out put
dan out come nya,” tambahnya.
Sementara Gede Ari
Jayadi mengungkapkan bahwa keberadaan UU ini sesungguhnya bukan merupakan hal
baru terlebih sejak merdeka sudah terjadi 9 (sembilan) kali perubahan UU
tentang pemerintahan daerah. Namun menurutnya pada tataran filosofis bahwa
tujuan penyelenggaraan pemerintahan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan
dengan membentuk masyarakat menjadi sehat, cerdas serta memiliki daya beli yang
memadai. Jayadi menambahkan, paradigma baru sesuai UU 23/2014 ini memang
terdapat tipologi organisasi perangkat daerah yang diorientasikan dalam rangka
efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
“Tipologi organisasi
kelembagaan dipengaruhi oleh jumlah penduduk, luas wilayah, cakupan wilayah dan
kemampuan keuangan daerah, sehingga nantinya organisasi perangkat daerah akan
dibagi menjadi tiga tipe yakni tipe A, tipe B dan tipe C,” jelasnya.
Sementara pola hubungan
antara Gubernur dan Bupati/Walikota menurut UU 23/2014 adalah hirarkis sebagai
wakil pemerintah pusat. (Tim)
No comments:
Post a Comment