Thursday, February 4, 2016

ADVETORIAL

Sosialisasi UU 23 Tahun 2014 Di Badung
Prof Dr Sadu Wasistiono : Hibah Wajib Penuhi Persyaratan Administratif

Sosialisasi UU 23/2014 terutama berkaitan dengan desain dan arah kebijakan penataan kelembagaan perangkat daerah di ruang
Kriya Gosana Puspem Badung, Rabu (21/10)
SERANGKAIAN kegiatan sosialisasi implementasi UU no. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah di Kabupaten Badung, nampaknya menjadi curah pendapat yang sangat dinamis, dimana hampir semua SKPD hadir serta memanfaatkan kesempatan sosialisasi tersebut untuk meminta penjelasan berkenaan dengan berbagai permasalahan termasuk berkenaan dengan permasalahan hibah yang ada di Kab. Badung.
Berkenaan dengan persoalan hibah, Prof. Dr. Sadu Wasistiono. M.Si yang menjadi Tim penyusun UU 23 tahun 2014 ini menegaskan bahwa hibah wajib memenuhi persyaratan administrative sebagaimana diatur dalam UU 23/2014 yang salah satunya menekankan hibah dapat diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
Spirit dalam UU ini terutama dalam pengaturan hibah dilandasi oleh latar belakang bahwa selama ini dimana sedikitnya 18 orang Gubernur dan 32 Bupati/Walikota menjadi tersangka, terdakwa bahkan dipidana karena tersangkut masalah hibah dan bansos. Oleh karenanya agar permasalahan hibah/bansos tidak menjadi permasalahan hukum dikemudian hari, maka pencairan hibah/bansos ini wajib memenuhi persyaratan administrative yang dipersyaratkan.
Demikian antara lain terungkap saat sosialisasi UU 23/2014 terutama berkaitan dengan desain dan arah kebijakan penataan kelembagaan perangkat daerah di ruang Kriya Gosana Puspem Badung, Rabu (21/10). Sosialisasi sekaligus dialog tersebut dipandu Asisten III bidang Administrasi Umum Setda Badung I Gst. Ngr. Oka Darmawan serta dihadiri pimpinan SKPD dilingkungan pemkab badung.
Selain persoalan hibah, yang menarik dalam dialog yang menghadirkan narasumber Prof. Sadu Wasistiono yang merupakan dosen IPDN dan dari Biro Organisasi Provinsi Bali Gede Ari Jayadi ini adalah berkenaan dengan kondisi fiscal Kab. Badung yang berada pada posisi celah fiscal negative, berimbas pada DAU yang diterima sangat kecil sehingga penggajian maupun tunjangan kinerja sepenuhnya bersumber dari PAD. Prof. Sadu menegaskan mestinya guna mendorong dan menggugah daerah yang berhasil mengelola potensi daerahnya seharusnya justru mendapatkan porsi DAU yang lebih besar.
Namun demikian terkait dengan peningkatan kesejahteraan pegawai, berdasarkan UU ASN sangat dimungkinkan daerah dapat memberikan tunjangan kinerja sesuai dengan kemampuan daerah. Sementara berkenaan dengan paradigma dalam UU 23/2014, Prof. Sadu menekankan bahwa terdapat perubahan paradigma pembagian urusan pemerintahan antar susunan pemerintahan yakni dengan penekanan pada desentralisasi berkesinambungan antar pemerintah pusat, provinsi dan kab/kota. Sedangkan bila merujuk UU tentang pemerintahan daerah sebelumnya baik UU 32/2004, UU 22/1999 dan UU 5/1974 dengan menitikberatkan pada otonomi daerah di kab/kota.
“Hal ini seiring dengan bekerhasilan bangsa Indonesia sebagai Negara terbaik di dunia dalam melaksanakan system pemerintahan desentralisasi sejak tahun 1998,” ujarnya.
Asisten III Gst. Ngr. Oka Darmawan mengatakan kehadiran Prof. Sadu yang menjadi salah satu Tim penyusun lahirnya UU 23/2014 di badung memiliki makna penting dan strategis. Menurutnya dengan lahirnya UU ini akan berimplikasi terhadap desain dan arah kebijakan dalam melakukan penataan kelembagaan terhadap perangkat daerah yang ada di Kab. Badung. “Keberadaan kelembagan ini amat sangat penting karena berkaitan dengan kewenangan, tugas pokok dan fungsi yang nantinya akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah terutama pencapaian out put dan out come nya,” tambahnya.
Sementara Gede Ari Jayadi mengungkapkan bahwa keberadaan UU ini sesungguhnya bukan merupakan hal baru terlebih sejak merdeka sudah terjadi 9 (sembilan) kali perubahan UU tentang pemerintahan daerah. Namun menurutnya pada tataran filosofis bahwa tujuan penyelenggaraan pemerintahan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dengan membentuk masyarakat menjadi sehat, cerdas serta memiliki daya beli yang memadai. Jayadi menambahkan, paradigma baru sesuai UU 23/2014 ini memang terdapat tipologi organisasi perangkat daerah yang diorientasikan dalam rangka efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
“Tipologi organisasi kelembagaan dipengaruhi oleh jumlah penduduk, luas wilayah, cakupan wilayah dan kemampuan keuangan daerah, sehingga nantinya organisasi perangkat daerah akan dibagi menjadi tiga tipe yakni tipe A, tipe B dan tipe C,” jelasnya.
Sementara pola hubungan antara Gubernur dan Bupati/Walikota menurut UU 23/2014 adalah hirarkis sebagai wakil pemerintah pusat. (Tim)

No comments:

Post a Comment