Saturday, February 13, 2016

LINTAS BERITA

MADIUN
“BERSIH DESO” DI NAMBANGAN LOR

Saat berlangsung “Bersih Deso” di Desa Nambangan Lor
SEBELUM Belanda datang ke tanah Jawa/Indonesia pada tahun 1602, kota-kota di Jawa banyak terputus dengan derasnya aliran sungai karena hutan-hutan masih lebat. Apalagi daerah Wonorejo (Madiun). Kota Madiun pun zaman dulu juga terputus/terbelah jadi 2 (dua) oleh Bengawan Madiun.
            Daerah atau tempat penyeberangan orang dan barang pada zaman dulu adalah di Desa Nambangan. Salah satu dari ribuan orang yang pekerjaannya melayani penyeberangan orang dan barang dari barat bengawan dan timur bengawan Madiun atau sebaliknya itu adalah Ki Ageng Budhug (Mbahe Tukang Prahu/Mbah Budug).
Ada versi lain bahwa Mbah Budhug atau Ki Ageng Budhug adalah prajurit Mataram yang tak mau bersekongkol dengan Belanda yang akhirnya terdampar di Desa Nambangan ini. Dan ada juga yang mengatakan bahwa beliau adalah seseorang yang berpenyakit budhug (sejenis lepra) pada masa tuanya. Mungkin ada cerita-cerita yang lain terserah anda, kita setuju dengan pendapat a) Tukang Biduk,  b) Prajurit Mataram atau c) Orang yang sakit budhug dan atau ketiga-tiganya benar.
            “Yang jelas, rumah Ki Ageng Budhug ada di sebelah timur Puskesmas Jalan Sriti, yang ada pohon beringinnya. Pada saat istirahat habis bekerja beliau menancapkan tongkatnya ke tanah. Tak tahu bagaimana ceritanya beliau lalu meninggal dunia karena tua dan anehnya tongkat yang ditancapkan ke tanah mengeluarkan tunas dan hidup sampai sekarang. Tongkat yang setia menemani dirinya itu sekarang menjadi pohon kenthos yang sangat besar dan rindang,” tutur Sampurno ST, Lurah Nambangan ke-10 yang juga selaku penggali budaya Jawa tentang sejarah Ki Ageng Budhug tersebut.
            Oleh karena itu Sampurno berpesan kepada Jemakir SP, Lurah Nambangan Lor dan LPMK, Rusmoyo, untuk nguri-nguri budaya adi luhung tersebut. Maka setiap tahun pada hari Jum’at Legi bulan Suro selalu diadakan acara BERSIH DESO dengan “Tradisi Rebut Isi Jodang”. “Dengan demikian setiap Suro memilih ketua panitia secara musyawarah antara tokoh masyarakat, perangkat desa dan sesepuh pinisepuh setempat, untuk mengadakan kegiatan kerja bhakti masal, pengajian umum, wungon, selamatan, tilik kampung, nyadran dan sedekah bumi sekaligus larung sesaji di Bengawan Madiun,” tutur Toni Widodo MPd.

Toni Widodo juga menuturkan agar masyarakat jangan salah mengartikan antara budaya dengan agama. “Para leluhur telah mengingatkan kepada para anak-cucunya untuk tidak melupakan sejarah. Semoga dengan acara Gelar Budaya Jawa Bersih Deso ini para leluhur/pendahulu kita (yang babad desa ini) diampuni segala dosa dan kesalahannya, diterima semua amal ibadahnya, serta diberikan tempat yang layak disisi-Nya. Dan kita yang sekarang tinggal di desa ini dijauhkan dari segala balak (bahaya, malapetaka serta penyakit), diberkati dengan kelimpahan rejeki, diberikan rasa aman, tenteram, nyaman serta damai sejahtera sepanjang hidup. Amin, amin, amin ya robbal alamin”. (F.976) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment