Wednesday, March 23, 2016

ANEKA BERITA

MAKASSAR

PENGANGGURAN CAPAI 188.000 ORANG

DAMPAK perlambatan pertumbuhan ekonomi terhadap kondisi ketenagakerjaan di Sulsel terlihat jelas. Hingga Februari 2015, jumlah angka pengangguran terbuka di daerah ini sekitar 188.000 orang atau 5,1% dari total jumlah penduduk Sulsel.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigran (Disnakertrans) Provnsi Sulsel, Simon S Lopang, mengatakan, pihaknya belum menerima data terbaru mengenai jumlah pengangguran. “Data jumlah pengangguran yang saya terima dari BPS per Februari 2015 di kisaran 5,1%. Untuk data terbaru belum terima dari BPS,” ujarnya.
Data BPS Sulsel menunjukkan tingkat partisipasi angka kerja Sulsel periode Agustus 2015 mengalami penurunan, sekitar 60,94%. Jumlah tersebut menurun jika dibanding dengan periode yang sama pada 2014, sekitar 62,04%. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2015 mencapai 3.606.128 orang atau turun 10.000 angkatan kerja dibandingkan tahun lalu sebesar 3.715.801 orang.
Wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Nu’mang, meyakini penurunan partisipasi angkatan kerja tersebut disebabkan oleh kondisi ekonomi nasional yang sedang mengalami tekanan sepanjanng tahun ini. Hal lain yang menyebabkan turunnya angka angkatan kerja adalah fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan panjang, sehingga berpengaruh pada beragam sektor, khususnya buruh tani. “Saya rasa itu karena ekonomi yang sedang melambat. Termasuk kekeringan juga berpengaruh pada sektor buruh tani”.
Meski partisipasi angkatan kerja menurun atau pengangguran meningkat, namun wagub menyatakan optimismenya terkait peningkatan partisipasi angkatan kerja pada akhir tahun. Apalagi saat ini disebutnya kondisi ekonomi mulai membaik, dan musim hujan yang diprediksi mulai turun pada bulan ini. Hal itu akan berpengaruh positif pada sektor buruh pertanian. “Intinya, perlambatan ekonomi sudah mulai bisa diatasi. Makanya kita berharap semua sektor bisa kembali normal”.
Kenaikan tingkat pengangguran terbuka selama periode Agustus 2014-Agustus 2015 menuntut pemerintah mewaspadainya sebagai pemicu kenaikan angka kemiskinan bila tak segera diatasi. Beberapa program padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja harus segera dijalankan. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Firmanzah, mengatakan, saat ini pertumbuhan angkatan kerja baru belum bisa diimbangi oleh kemampuan daya serap lapangan pekerjaan. “Dengan meningkatnya pengangguran, menurut saya, yang perlu manjadi fokus pemerintah adalah angka kemiskinan bisa bertambah lagi,” ujar Firmanzah.
BPS merilis data kondisi ketenagakerjaan per Agustus 2015. Jumlah pengangguran per Agustus 2015 mencapai 7,56 juta orang atau 6,18% dari total angkatan kerja. Angka tersebut melonjak 320.00 orang bila dibandingkan dengan Agustus 2014. Selain akibat banyaknya PHK oleh perusahaan, kenaikan jumlah pengangguran juga disebabkan oleh lambatnya penciptaan lapangan kerja baru akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi. “Program-program padat karya dan program pengentasan kemiskinan harus segera disusun. Lalu penyerapan anggaran pemerintah juga perlu dipercepat, baik dari pusat maupun daerah,” kata Firmanzah.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, berpandangan, dalam jangka pendek, kementerian/lembaga perlu menyelaraskan berbagai program yang bertujuan untuk mengatasi masalah pengangguran di sektor formal. Masalah pengangguran ini karena pabrik tutup karena permintaan sepi. Artinya, secara skill, mereka (korban PHK) masih memiliki kemampuan kualifikasi tertentu,” kata Eko.
Dia mencontohkan, Kementetian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memiliki program pelatihan menjalankan usaha. Menurutnya, program itu bisa diselaraskan dengan program Kementerian Perdagangan agar mendapatkan dukungan akses pasar seperti melalui pameran. Di samping itu, mereka (pengangguran) juga butuh pinjaman. Ini bisa didapat dari program KUR. Kemarin kan direlaksasi tuh. Ini semua harus diintegrasikan”.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional mulai membawa dampak serius bagi kehidupan masyarakat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut melemahnya perekonomian berimbas pada melonjaknya angka pengangguran yang pada kuartal III tahun 2015 ini mencapai 7,56  juta orang. Karena itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla harus bekerja lebih keras lagi agar roda perekonomian kembali bergerak cepat.
Percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja baru, sebab saat ini banyak sektor lapangan kerja yang tersedia turun daya serapnya. Salah satu yang terbesar adalah sektor pertanian yang dalam setahun terakhir turun daya serapnya dari 38,97 juta orang menjadi 37,75 orang atau turun 1,2 juta orang.
Data-data BPS ini harus dijadikan acuan pemerintah untuk serius dalam menangani masalah pengangguran. Karena kalau perlambatan pertumbuhan ekonomi ini tidak segera diantisipasi dengan kebijakan yang tepat, jumlah angka pengangguran dikhawatirkan akan terus bertambah. Kita juga tak bisa menyalahkan industry-industri yang akhirnya melakukan PHK sebagai upaya efisiensi agar tetap bisa bertahan (survive).
Pertumbuhan ekonomi di kuartal III sebanyak 4,73% ini memang membaik dibandingkan sebelumnya yang mencapai 4,65%. Namun, kenaikannya belum cukup tinggi untuk menciptakan tenaga kerja, sehingga pemerintah jangan terlalu hanyut dengan kenaikan angka pertumbuhan ekonomi yang sedikit tersebut. Di sinilah pemerintah harus hadir untuk menyelamatkan dan melindungi berbagai bidang industri. Jangan sampai dibiarkan sendirian menyelesaikan masalahnya tanpa ada bantuan dari pemerintah.
Pemerintah memang sudah mengeluarkan enam paket ekonomi sebagai upaya untuk memulihkan perekonomian nasional dari keterpurukan. Namun, rata-rata paket ekonomi yang dicanangkan pemerintah merupakan kebijakan yang berorientasi jangka panjang. Hal inilah yang menyebabkan paket-paket kebijakan tersebut belum banyak berperan dalam memperbaiki masalah ekonomi bangsa ini.
Paket kebijakan yang dikeluarkan sebenarnya cukup baik, Namun karena perlambatan pertumbuhan ekonomi sudah berimplikasi serius pada kehidupan masyarakat, yang diperlukan adalah kebijakan berorientasi jangka pendek sehingga cepat menyelesaikan persoalan yang ada. Selain paket ekonomi belum bisa bekerja optimal, terbatasnya kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional juga disebabkan sejumlah faktor lain. Di antaranya, masih minimnya realisasi belanja pemerintah dan menurunnya ekspor komoditas.
Faktor melambatnya ekonomi global memang ikut mempengaruhi ekonomi nasional. Namun tidak bijaksana juga kalau pemerintah terus-terusan menjadikan faktor eksternal sebagai kambing hitam permasalahan ekonomi bangsa ini. Sudah saatnya pemerintah melakukan introspeksi dan segera merevisi kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak tepat.
Intinya, pemerintah harus tetap optimistis untuk bisa menyelesaikan masalah ini. Hal mendesak yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja yang padat karya. Hal ini bisa dilakukan dengan memperbaiki sektor pertanian dan merealisasikan proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Pemerintah mungkin dulu masih bisa beralibi ada kendala administrasi dalam pelaksanaan proyek infrastruktur tersebut. Hal ini penting karena sektor pertanian dan infrastruktur bisa banyak menyerap tenaga kerja yang kini sangat dibutuhkan.
Selain itu, realisasi belanja pemerintah harus didorong secepat mungkin termasuk pemerintah daerah Sulsel, yang selama ini sangat rendah penyerapan anggarannya. Belanja pemerintah terutama belanja barang sangat diperlukan untuk menggerakkan roda perekonomian.
Akhirnya, kita tunggu gebrakan pemerintah untuk menangani membludaknya angka pengangguran tersebut. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online


No comments:

Post a Comment