Friday, March 11, 2016

DRESTA BALI

Janji Koster Panen Kritik

Ketua DPD PDIP Provinsi Bali, I Wayan Koster (tengah)
JANJI Anggota Komisi X DPR RI yang juga Ketua DPD PDIP Provinsi Bali, I Wayan Koster, kepada ratusan bidan PTT (pegawai tidak tetap), guru honorer dan penyuluh pertanian di Bali menuai kritik dari berbagai pihak. Pasalnya, janji tersebut dibarter dengan dukungan politik pada pilkada serentak di Bali. Koster meminta mereka untuk mendukung pasangan calon (paslon) kepala daerah yang diusung PDIP pada pilkada serentak 9 Desember 2015 di enam kabupaten/kota di Bali. Padahal acara tersebut bukan agenda kampanye tapi penyerapan aspirasi.
Janji Koster itu disampaikan saat Sosialisasi dan Dialog Perjuangan Pengangkatan Bidan PTT, Guru Honorer dan Penyuluh Pertanian Se-Bali, yang diselenggarakan oleh DPD PDIP Provinsi Bali di Denpasar pekan lalu.
Menanggapi janji politik tersebut, badai kritik menerpa Koster beberapa hari belakangan ini. Namun, Koster yang dikonfirmasi soal kritik tersebut tampaknya ogah menanggapinya. Dikonfirmasi melalui pesan singkat (SMS) ke telepon selulernya, Selasa (10/11), Ketua Tim Pemenangan paslon Giriasa di Pilkada Badung itu tak memberikan jawaban.
Sebelumnya, Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Bali, I Made Mudarta, mencibir janji Koster tersebut. Menurut Mudarta, sebagai anggota dewan janji yang disampaikan kepada rakyat tidak boleh mengharapkan imbalan apa pun. Menjadi wakil rakyat adalah sebuah pengabdian tulus kepada rakyat. Pengabdian tanpa pamrih. Ia menegaskan, seluruh kader Partai Demokrat menjiwai spirit pengabdian tersebut. Artinya, perjuangan untuk kepentingan rakyat dilakukan secara ikhlas. Karena itu, lanjut Mudarta, janji Koster tersebut tidaklah tepat dilakukan oleh seorang wakil rakyat.
"Wakil rakyat dipilih untuk menjalankan tugas pengabdian memperjuangkan kesejateraan rakyat tanpa pamrih. Tidak boleh memberikan janji dengan pamrih," tegas Mudarta.
Politisi muda asal Jembrana ini menilai, janji yang dilontarkan Koster itu syarat dengan kepentingan politik PDIP untuk mendapatkan dukungan saat pilkada serentak di Bali. Menurut dia, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Bali yang berjuang untuk kepentingan krama Bali, termasuk memperjuangkan nasib bidan PTT, guru honorer dan penyuluh pertanian, itu bukan hanya Koster. "Kader Demokrat Bali di DPR RI juga berjuang untuk mereka. Tapi mereka tidak menjanjikannya dengan mengharapkan imbalan apa pun. Karena tak boleh ada pamrih apa pun untuk rakyat," tegasnya.
Mudarta kembali mengungkapkan keraguan ketulusan janji Koster maupun partai yang dipimpinnya itu. "Harus diingat, setelah tahun 1999 PDIP itu partai besar di Bali. Pak Koster juga jadi anggota DPR RI bukan hanya periode sekarang saja. Kenapa baru sekarang menjanjikan akan memperjuangkan pengangkatan mereka sebagai PNS ? Itu karena sekarang ada pilkada serentak. Lagi pula keputusan untuk mengangkat mereka jadi PNS itu ada di tangan eksekutif. DPR RI hanya melakukan fungsi kontrol, penganggaran dan legislasi saja," jelas Mudarta.
Selain Mudarta, kecaman terhadap janji politik Koster itu juga dilontarkan kolega Koster di DPR RI, I Putu Sudiartana alias Putu Leong, yang merupakan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat dari daerah pemilihan (dapil) Bali. Putu Leong menilai, barter dukungan pilkada dengan janji-janji yang dilontarkan Koster itu merupakan perbuatan melanggar hukum. Menurut dia, Koster bisa dipidanakan karena janji-janji yang disampaikan itu untuk mendulang dukungan bagi kandidat yang diusung partai yang dipimpinnya pada pilkada serentak di Bali.
Sebagai wakil rakyat, Koster tak boleh menggunakan kewenangannya sebagai anggota dewan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dengan cara membarter dengan kepentingan partainya pada pilkada serentak di Bali. "Laporkan kalau ada buktinya. Pidanakan ke polisi. Ada perbuatan melawan hukumnya, menyalahi wewenang. Dia (Koster) sudah melanggar hukum," tegas Putu Leong saat dikonfirmasi melalui pesan elektronik akhir pekan lalu. Ia bahkan meminta seseorang bernama Pande untuk melaporkan Koster ke polisi.
Untuk diketahui, kendati Koster dan Putu Leong adalah kolega di DPR RI, namun keduanya masing-masing menjadi "panglima perang" dalam pertarungan head to head paslon yang bertarung di Pilkada Kabupaten Badung. Koster adalah Ketua Tim Kampanye I Nyoman Giri Prasta-Ketut Suiasa (Giriasa). Adapun Putu Leong merupakan Ketua Tim Kampanye paslon Made Sudiana-Nyoman Sutrisno (Sudiana-Sutrisno).
Bawaslu Tunggu Laporan
Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Bali, I Made Mudarta, bersama
I Putu Sudiartana alias Putu Leong
Janji politik yang dibarter dengan dukungan suara pada pilkada serentak itu juga mendapat tanggapan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali. Kepala Divisi Hukum Bawaslu Bali, I Ketut Sunadra, menilai Koster tidak etis saat menyerap aspirasi bidan PTT, guru honorer, dan penyuluh pertanian tersebut, sebab ia menyelipkan himbauan dan ajakan kepada ratusan peserta yang hadir untuk memilih kandidat yang diusung PDIP dalam pilkada serentak 9 Desember 2015.
Diakuinya, berdasarkan UU MD3 memang anggota DPR bisa memanggil siapa saja dan kapan saja. "Jadi tidak ada salahnya kalau Koster bertemu dengan ratusan kelompok tertentu untuk menyerap aspirasi masyarakat. Apalagi dalam pemberitaan di media dikatakan, pertemuan tersebut dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat, itu wajar-wajar saja dan tidak bisa dipersoalkan," jelasnya di kantor Bawaslu pekan lalu.
Kendati secara hukum tidak salah, namun dari sisi etika politik itu pasti dipersoalkan, terutama bagi paslon yang dirugikan dengan pertemuan tersebut. 'Setelah mencermati berita di berbagai media, pemanggilan itu wajar-wajar saja, karena Koster bertindak sebagai anggota DPR RI. Yang menjadi masalah di sini adalah adanya upaya menggiring, mengajak dan menjanjikan. Ini bisa dipersoalkan oleh masyarakat terutama bagi pasangan calon yang dirugikan atau merasa dirugikan," ujarnya.
Menurutnya, Bawaslu Bali siap menelusuri bila ada laporan masuk dari masyarakat yang mempersoalkan hal tersebut. Menurutnya, UU No.1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota pasal 71 ayat 1 menyebutkan, calon atau tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang kepada pemilih.
"Jika dilihat dari kegiatan tersebut, perlu ditelusuri apakah saat itu Koster sedang berkampanye atau tidak, sedang mendapat giliran berkampanye atau tidak. Karena setahu Bawaslu Bali, Koster adalah ketua tim kampanye untuk Kabupaten Badung. Okelah, mungkin Koster bertindak sebagai Ketua DPD PDIP Bali yang melakukan pengawasan terhadap semua pemenangan Pilkada Bali. Tetapi kalau itu yang terjadi, maka kampanye itu salah tempatnya," tegasnya.
Ia menambahkan, jika bukan sedang mendapat giliran kampanye pada acara tersebut maka unsur "menjanjikan" sebagaimana disebutkan dalam UU itu bisa menjerat Koster. Sebab Koster menjanjikan pengangkatan PNS bagi ratusan bidan PTT, guru honorer dan penyuluh pertanian. "Ini adalah janji kepada pemilih karena Koster juga adalah tim kampanye. Tim kampanye tidak boleh menjanjjikan sesuatu," katanya.

Ia melanjutkan, Koster sebagai politisi senior Bali sesungguhnya sangat tidak etis mengajak pemilih untuk memilih calon PDIP di luar agenda kampanye. "Didiklah masyarakat secara politik. Kalau mau berjuang mengangkat kaum yang akan jadi PNS, harus murni. Jangan janji. Jangan sampai perjuangan tersebut dibalut dengan janji dan persyaratan tertentu," pungkasnya. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment