Wednesday, September 14, 2016

INFO JATIM

Gonjang-Ganjing Dana Hibah Terjawab

Dewan sambut gembira turunnya Permendagri No.41/2016 tentang Dana Hibah.
DANA hibah yang semestinya diperuntukkan buat badan usaha yang berbadan hukum yang disahkan Kemenkum dan HAM telah diubah. Turunnya Permendagri No.41/2016 menjawab gonjang-ganjing peruntukan dana hibah tersebut. Anggota DPRD Provinsi Jatim, Abdul Halim, menyambut gembira turunnya Permendagri No.41/2016 tentang Dana Hibah sebagai revisi dari Permendagri No.52/2015 tersebut. Karena dengan begitu program pembangunan yang digagas pemerintah yang selama ini sulit menembus hingga wilayah pelosok tetap akan bisa berjalan. Apalagi permintaan mereka tidaklah berlebihan. Paling tidak untuk  pavingisasi, pembangunan masjid/mushola hingga perbaikan irigasi.
Jujur saya lega dengan keluarnya permendagri tersebut. Paling tidak masyarakat khususnya yang berada di pelosok desa bisa menerima akses pembangunan yang diambilkan dari APBD. Dan saya optimis alokasi dana hibah yang masuk dalam APBD Provinsi Jatim 2016 akan terserap secara optimal,’’ papar politisi asal Partai Gerindra ini, Minggu (3/4).
Keluarnya Permendagri No.41/2016 sebagai revisi dari Permendagri No.52/2015 sebagai turunan dari UU No.23/2014 tentang Penerima Dana Bansos atau yang lebih dikenal dengan dana hibah tersebut disambut baik oleh semua anggota dewan. Namun demikian ada catatan jika pemberian dana hibah dapat langsung diberikan dengan nilai sebesar Rp 20 juta. Dipastikan alokasi dana hibah yang tercantum dalam APBD Provinsi Jatim 2016 sebesar Rp 5,1 triliun dapat terserap optimal di masyarakat.
Secara terpisah, Anggota DPRD Jatim lainnya, Hamy Wahjunianto, tak terlalu risau dengan munculnya revisi permendagri itu. Pasalnya, mereka yang mendapatkan dana hibah itu rata-rata yayasan, di mana mereka sudah memiliki Badan Hukum dari Kemenkum dan HAM RI. Sebenarnya masalah tersebut sudah dipikirkan sejak 2011 lalu. Dan untuk tahun 2016 ini yang saya usulkan adalah yayasan yang memiliki usia minimal 3 tahun. Jadi saya pribadi tidak ada masalah dengan Permendagri yang lama No.52/2015,’’ tegas politikus asal PKS ini.
Demikian halnya dengan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim, Achmad Iskandar, yang mengaku jika untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang kecil-kecil untuk dana hibahnya diserahkan oleh Satuan Kerja (Satker) di masing-masing SKPD. Dan rata-rata mereka menerima dana hibah maksimal Rp 20 juta. Sementara untuk yang menerima Rp 50 juta ke atas syaratnya harus memiliki Badan Hukum yang dikeluarkan oleh Depkum dan HAM.
Anggota Fraksi Partai Demokrat, Hartoyo, mengaku, revisi dana hibah yang saat ini berada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu tinggal ditandatangani oleh Presiden. Diharapkan masyarakat atau pokmas yang akan menerima dana hibah tersebut juga dipermudah atau tidak dipersulit.
Pria yang juga anggota Komisi A DPRD Provinsi Jatim ini telah mendatangi Kemendagri di Jakarta beberapa waktu lalu. Dalam kunjungan ke Jakarta tersebut DPRD Provinsi Jatim meminta kepada pemerintah agar mempermudah bagi kelompok pengajian, perkumpulan lansia, masjid untuk dapat menerima dana hibah secara langsung tanpa harus berbadan hukum. "Permintaan kelompok kecil penerima dana hibah seperti perkumpulan pengajian, masjid, dan lansia ini langsung direspon positif oleh mendagri dan sekarang tinggal menunggu tanda tangan dari presiden saja," ujarnya.    
Hartoyo pun menghimbau kepada para konstituennya untuk bersabar, karena sejak adanya perubahan regulasi terhadap UU No.23 Tahun 2014 tentang penerima bantuan dana hibah harus memiliki legalitas hukum secara sah. “Saya harap masyarakat sabar, sebab kenyataannya sekarang penerima bantuan dana hibah itu harus berbadan hukum. Akan tetapi sebagai wakil rakyat saya akan terus memperjuangkan bagaimana kelompok kecil masyarakat bisa menerima bantuan dana hibah tanpa harus berbadan hukum,” ujar  Hartoyo. 
Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Jatim, Abdul Halim Iskandar, mengatakan, dewan segera membahas dengan eksekutif  terkait dana hibah jika Permendagri No.41/2016 itu resmi telah diterima. Halim beralasan bahwa sebagai dasar DPRD meminta kepada Gubernur Jatim untuk melakukan revisi terhadap pergub (peraturan gubernur) soal penerimaan dana hibah sudah ada.
Anggota Komisi D DPRD Provinsi Jatim, Hamy Wahyunianto, mengaku bingung dengan kebijakan yang dibuat Presiden RI terkait penerimaan dana hibah.
Menurutnya, pemerintah hanya cari sensasi saja dan ingin membuat kebijakan baru meski dianggap tak populis dan merugikan rakyat.
Hamy pun menuding pemerintah menghilangkan hak masyarakat. Sebab, selama ini yang membutuhkan dana hibah adalah kelompok masyarakat yang selama ini tidak terjangkau pembangunan dan menjadi program pemerintah. "Saya melihat pemerintah gegabah dalam mengambil kebijakan. Lihat saja pada Permendagri No.52/2015 tentang Dana Hibah, di mana aturan sebelumnya sangat membantu masyarakat yang ada di lapisan bawah untuk mendapatkan program pembangunan dari pemerintah. Tapi dalam perjalanannya, setelah muncul banyak protes, tiba-tiba permendagri yang ada itu direvisi. Ini kan namanya plin-plan,tambahnya.
Di lain pihak, Gubernur Jatim, Soekarwo, mengatakan, pihaknya menunggu keputusan resmi Presiden Joko Widodo untuk mengesahkan Permendagri No.41/2016. "Memang saya mendengar jika mendagri telah merevisi Permendagri No.52/2015 menjadi Permendagri No.41/2016 terkait dana hibah,” terang Soekarwo. Tapi, Pemprov Jatim tetap menunggu hingga revisi permendagri itu ditandatangani Presiden Jokowi untuk dijadikan landasan hukum dalam melakukan revisi pergub tentang penerimaan dana hibah. (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment