Thursday, September 15, 2016

SURABAYA RAYA

DIDUGA GELAPKAN UANG PBB, NOTARIS DIPOLISIKAN

Perkara tersebut displit atau tidak displit, 
itu adalah wewenang pihak polisi/penyidik, bukan kehendak pelapor.
NOTARIS yang berkantor di kawasan Darmopark Mayjen Sungkono berinisial APW SH belum lama ini dipanggil dan disidik kembali di Polrestabes Surabaya. Hal itu terkait dengan laporan Handoko Mintoyo Rahardjo, seorang pengusaha yang pernah melaporkannya di Polrestabes Surabaya tahun 2012 silam.
     Sambil menunjukkan Laporan Polisi nomor STTLP/1061/B/VIII/2012/JATIM/RESTABES.SBY  tanggal 25 Agustus 2012, pelapor sempat bersungut-sungut terhadap penanganan aparat penegak hukum yang terkesan lambat karena selalu mengulur-ngulur waktu. “Waktu kejadian penipuan dan penggelapan pada 25 Oktober 2011. Saya memberi tenggang waktu 6 bulan untuk mengembalikan uang PBB sebesar Rp 710.000.000,- (tujuh ratus sepuluh juta rupiah). Ternyata dia tidak ada itikad baik untuk mengembalikan uang tersebut, sehingga terpaksa saya laporkan ke polisi pada 25 Agustus 2012,” tuturnya.
Keterangan yang berhasil dihimpun, Polrestabes Surabaya telah memanggil dan memeriksa Notaris APW SH. Beberapa bulan kemudian, berita acara pemeriksaan (BAP)-nya dilimpahkan ke Kejari Tanjung Perak, yang ditangani oleh Jaksa Eko SH.  Dan, diperoleh kabar, selain Notaris APW SH ditetapkan sebagai tersangka I, dalam penanganan kasus tersebut ditetapkan juga HR sebagai tersangka II yang dijadikan satu berkas. Istilahnya tidak displit.
Namun sudah hampir dua tahun perkara tersebut bolak-balik dari Polrestabes ke Kejari Tanjung Perak alias tidak pernah dinyatakan sempurna (P21). Kesal dengan penanganan tersebut, pelapor enggan menanyakan lagi perkara yang selalu P-19 tersebut.
Tetapi, entah mengapa, pekan lalu ia mendapat panggilan dari Polrestabes Surabaya bahwa perkara yang telah dilaporkannya dan telah disidik itu kini telah berubah. Maksudnya, dua tersangka dijadikan dua berkas alias displit. Tidak seperti penanganan sebelumnya, yakni dua tarsangka dijadikan satu berkas alias tidak displit.
Selain itu perkara tersebut beralih ditangani dan dilimpahkan ke Kejari Surabaya. Pelapor pun bingung dengan penanganan seperti itu. Pertama, perkara tersebut displit atau tidak displit, itu adalah wewenang pihak polisi/penyidik, bukan kehendak pelapor. Kedua, mengapa setelah hampir dua tahun perkaranya mandeg di Kejari Tanjung Perak, kini dialihkan penanganannya di Kejari Surabaya.
Dan, yang perlu dicatat, meski pasal 372 dan 378 (penipuan dan penggelapan) tersebut ancaman hukumannya di atas 5 tahun sehingga kedua tersangkanya bisa ditahan, akan tetapi kedua tersangkanya sampai sekarang masih menghirup udara bebas.
Seperti diketahui bahwa pelapor telah membeli sebidang tambak yang diikat dengan sertifikat hak milik yang masih atas nama orang lain. Pelapor pergi ke Notaris APW SH untuk mengurus balik nama di BPN Surabaya Barat. Dituturkan bahwa SHM bisa dibalik nama dengan salah satu syarat harus menyetor PBB sebesar Rp 710.000.000.  Pelapor pun oke-oke saja dan telah dibayar lunas. Perkembangannya, SHM itu tidak bisa dibalik nama karena uang PBB tersebut tidak disetorkan oleh Notaris APW SH ke Kas Negara.

Karena jalan musyawarah buntu, tak ada jalan lain bagi pelapor kecuali harus melapor ke Polrestabes Surabaya. Ternyata hingga sekarang ini perkaranya masih jalan di tempat, yang membuat pelapor sangat kecewa dan penuh tanda tanya,“Ada apa gerangan wahai bapak polisi dan bapak jaksa?” (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment