PARTAI
POLITIK SUDAH TIDAK MEMILIKI HARGA DIRI
PARTAI Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) apakah benar-benar sudah kehabisan kader terbaiknya
untuk dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta ? Kenapa para tokoh
elit PDIP masih juga akan merangkul Ahok (Basuki Cahaya Purnama)
untuk dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta sedangkan Ahok sudah tidak
mau lagi untuk dicalonkan atau diusung oleh partai politik,
termasuk oleh PDIP. Terbukti Ahok telah mencalonkan
diri sebagai Gubernur DKI Jakarta melalui
jalur independen yang didukung para relawan yang disebutnya “Teman
Ahok” dengan mengumpulkan 1.000.000 (satu juta)
KTP warga DKI Jakarta.
Apalagi PDIP sudah melakukan penjaringan/konvensi
untuk calon Gubernur DKI Jakarta dan sudah melakukan fit and proper
test, psikotes dan lain-lain untuk mengetahui elektabilitas,
kemampuan dan ideologinya sejalan dengan PDIP atau tidak. Yang
disayangkan, lagi-lagi para elit politik mengatakan bahwa semua
itu nanti diserahkan kepada Ketua
Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, diterima
atau tidaknya hasil konvensi calon Gubernur
DKI Jakarta versi PDIP tersebut. Atau, bisa juga yang
dicalonkan nanti adalah orang dari luar yang tidak
termasuk dalam penjaringan tersebut. Yang menjadi
pertanyaan, apakah pada saat akan melakukan konvensi itu
tidak terlebih dulu minta persetujuan Ketua Umum PDIP kok
selalu keputusan akhirnya masih saja di tangan
Megawati Soekarno Putri ? Bila yang dipilih atau yang
mendapat persetujuan Megawati nanti dari hasil penjaringan, tidak
ada masalah. Tetapi bila yang
diputuskan adalah orang di luar hasil penjaringan,
itu baru jadi masalah. Apakah tidak akan
dikatakan PDIP mempermainkan para peserta
konvensi,
melakukan tipu daya dan hanya mencari popularitas sok
demokratis ?
Seperti halnya Ahok yang sudah
tidak mau lagi diusung oleh PDIP toh Megawati
masih saja memanggil Ahok untuk mau dicalonkan
melalui PDIP. Apakah partai sebesar PDIP sudah tidak
memiliki harga diri dan rasa malu lagi ? Ahok sudah
memutuskan melalui jalur independen, diusung oleh
para relawan dan didukung beberapa partai politik, sudah berhasil
mengumpulkan 1.000.000 KTP, namun Megawati sebagai Ketua
Umum PDIP masih saja berusaha merangkul Ahok untuk dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Apakah PDIP benar-benar
khawatir jagonya sendiri akan kalah bertarung dengan
Ahok ? Pasalnya, “menurut hasil survei”,
Ahok di atas angin, tidak ada yang bisa menandingi dia sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Apakah hanya karena “menurut hasil survey” yang tidak jelas itu yang
membuat Megawati masih
saja berusaha merayu Ahok untuk mau diusung
oleh PDIP ?
Menurut penulis, seyogyanya PDIP
menyusun kekuatan koalisi dengan parpol lain yang lebih banyak, termasuk Golkar.
Walaupun Golkar sudah menyatakan dukungannya kepada Ahok namun itu bisa dibatalkan. Sebab Golkar sekarang
sudah tidak berdaya, tergantung apa maunya Presiden Joko
Widodo saja. Dengan kata lain, Golkar saat
ini boleh dibilang sudah di bawah
ketiak kekuasaan pemerintahan Jokowi. Masalahnya, Presiden Jokowi sebagai kader PDIP
dan petugas partai sepertinya mulai sulit dikendalikan lagi oleh Megawati
sebagai Ketua
Umum DPP PDIP. Indikasinya, disebut-sebut Megawati menginginkan BG yang menjadi
Kapolri menggantikan BH, tapi ternyata Presiden Jokowi malah mengajukan TK ke
DPR.
Kalaupun memang benar demikian, bukan salah Jokowi
karena yang
mencalonkan Jokowi sebagai
presiden tidak
hanya PDIP tapi juga PKB, Nasdem, Hanura, dan “Golkarnya” Jusuf
Kalla. Bila
yang mendukung hanya PDIP saja jelas suaranya tidak akan mencapai
25%. Kenyataannya, suara rakyat yang memilih Jokowi-JK mencapai 60%
lebih. Itu berarti Jokowi adalah Presiden RI pilihan sebagian besar rakyat Indonesia,
bukan petugas partai !
Mudah-mudahan PDIP tidak memaksakan kehendak
untuk tetap mengusung/mendukung Ahok sebagai calon Gubernur DKI
Jakarta. PDIP lebih baik kalah terhormat daripada merengek-rengek pada Ahok
yang sudah talak 2 atau 3, tidak mau diusung lagi oleh partai
politik. PDIP masih
ada waktu untuk menyusun kekuatan dan strategi untuk
meraih kursi Gubernur DKI Jakarta. Toh PDIP sudah
meraih kursi presiden, gubernur, bupati
dan walikota di sejumlah daerah. Mengapa
harus mengorbankan harga diri dan rasa malu, merengek-rengek
pada Ahok ? PDIP adalah partai besar,
jangan ikut-ikutan partai yang tidak sebanding dengan PDIP. Semoga para elit politik
PDIP sadar bahwa semua itu ada waktunya. Tuhan sudah
menentukan nasib baik-buruknya seseorang dan derajatnya. web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
Oleh :
Imam Djasmani.
Pengamat Sosial Politik
No comments:
Post a Comment