Thursday, January 5, 2017

ANEKA BERITA

DAFTAR “DOSA” UMI

BANYAK kalangan masyarakat yang menilai jika pihak birokrasi UMI telah gagal mendidik mahasiswanya. Salah satunya disampaikan oleh orangtua mahasiswa UMI, Sri Hartati, bahwa sejatinya pihak kampus harus melihat lebih jeli permasalahan yang terjadi di internal kampus tersebut. “Sudah menjadi tugas para dosen serta petinggi kampus UMI mendidik mahasiswanya agar berperilaku yang lebih baik,” kata Sri Hartati di Makassar.
Menurut Sri Hartati, permasalahan yang kerap terjadi di lingkup kampus adalah permasalahan internal, dan seharusnya pihak kampus menjadi penengah untuk mengatasi hal itu, sehingga tidak lagi terjadi tindakan-tindakan tercela dari para mahasiswa. “Saya juga bingung, kenapa setiap kali ada pertikaian, pihak kampus kemudian seakan lepas tangan ?” ucapnya.
Seperti diketahui, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ada beberapa kasus yang melibatkan mahasiswa UMI, bahkan sebagai otak pembunuhan, antara lain kasus pembunuhan Geis Setiawan (23) dan Tri Syaputra Alias Radit (23), keduanya mahasiswa Fakultas Hukum UMI, serta Muhammad Asnan (20), mahasiswa Fakultas Ekonomi UVRI.
Informasi yang dihimpun FAKTA, ketiga korban pembunuhan tersebut dihabisi nyawanya oleh mahasiswa UMI. Yakni, Sunandar Sudirman alias Nandar (21), mahasiswa UMI tersangka kasus pembunuhan terhadap Geis Setiawan. Selain itu, Andi Arif Paturungi alias Attu (22), Rahmadi (20), Rahmad Arid (19) Wawan (19), Irman (21), dan Andi Taufan (22), mahasiswa UMI tersangka kasus pembunuhan terhadap Tri Setiawan, serta Bachtiar alias Batti (23), mahasiswa UMI tersangka kasus pembunuhan Muhammad Asnan.
Menurut sumber dari internal kepolisian yang minta namanya dirahasiakan, seharusnya UMI bertanggung jawab dan secepatnya memediasi sejumlah masalah yang sering terjadi di kampus tersebut. “Seharusnya UMI yang bikin situasi kampusnya netral, harus ada pihak-pihak yang bisa menjadi penengah, agar tidak lagi bertambah banyak korban yang berjatuhan,” cetusnya.
Hal ini kemudian menjadi buah bibir di masyarakat. Pasalnya, banyak mahasiswa UMI yang terlibat dalam rentetan kasus pembunuhan yang terjadi di Kota Makassar. Salah satu mahasiswa UMI semester 8 yang enggan disebutkan namanya mengatakan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kampus UMI sekarang ini sudah sangat kurang. “Ini bukan lagi soal pemberitaan buruk dari media massa, tapi ini adalah kenyataan yang terjadi. Dari fakta-fakta inilah seharusnya pihak universitas banyak belajar”.
Ia juga mengatakan, pihak universitas hanya bisa melempar tanggung jawab, seakan-akan tidak mampu menyelesaikan permasalahan internal kampus tersebut, di mana setiap ada pemberitaan di media soal mahasiswa UMI yang terlibat kriminal, pihak rektorat pasti langsung mengatakan bahwa pelaku tersebut sudah lama tidak aktif sebagai mahasiswa UMI.
Menanggapi hal tersebut, kriminolog Ruslan Renggong mengatakan, seharusnya budaya dan aksi kekerasan seperti itu tidak boleh terjadi di perguruan tinggi. “Dengan alasan apa pun, itu tidak boleh terjadi. Kampus dan perguruan tinggi itu untuk mendidik dan merubah peradaban ke arah yang semakin baik, dan itu tidak boleh dilakukan dengan kekerasan,” kata Ruslan.
Kampus atau perguruan tinggi, kata dia, merupakan tempat mahasiswa untuk belajar hal-hal yang berbau ilmiah dan ilmu pengetahuan, bukan tempat belajar perang. “Mahasiswa itu kan bukan mau dilatih perang, jadi tidak perlu dilakukan pengkaderan dengan kekerasan kalau hanya untuk kedisiplinan dan mental”.
Ruslan juga berharap, aparat penegak hukum bisa turun tangan untuk mengusut tuntas segala macam aksi kekerasan yang terjadi, tidak terkecuali yang dilakukan oleh mahasiswa dan terjadi di lingkungan kampus. “Kalau itu sudah ada unsur pidananya, polisi berhak turun untuk melakukan penyelidikan, di mana pun selama itu di wilayah Indonesia”.
Secara terpisah, Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel merasa tidak terpengaruh dengan pendapat orang soal kasus kematian Rezky. Menurut Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Frans Barung Mangera, pihaknya akan melakukan teknik penyelidikan untuk membuat terang suatu tindak pidana. “Kita tidak melihat itu pendapat siapa pun juga,” tegas Barung.
Masih menurut Barung, penegak hukum (polisi) akan melakukan upaya bagaimana dapat membuktikan kasus ini lebih detail. Barung menambahkan, jika ada dugaan pihak kampus (UMI) menutupi kasus ini, pihaknya mengaku tidak peduli. Karena polda sementara menyelidiki siapa di balik meninggalnya salah satu mahasiswi tersebut. “Biar polisi membuktikan dengan jawaban nanti,” kata Barung.
Sementara Rektor UMI, Prof DR Masrurah, tetap bersikukuh bahwa tidak ada tindak kekerasan yang terjadi dalam proses pengkaderan TBM yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran UMI, seperti yang dikabarkan belakangan ini. “Ada kesalahpahaman karena ini pimpinan melarang berbicara kepada khalayak karena dikhawatirkan akan salah bicara, tapi kami mengatakan nanti kami berikan penjelasan. Tapi itu dipotong. Dikhawatirkan nanti ada yang angkat bicara tetapi tidak sesuai dengan kenyataan,” kata Prof Masrurah. 
Masrurah juga membantah jika keluarga Rezky yang meninggal usai mengikuti pengkaderan TBM tidak menerima dan keberatan atas kematian Rezky. Sebagai langkah antisipasi ke depan agar peristiwa atau budaya kekerasan tidak terus terjadi di lingkungan kampus, ia mengaku, saat ini pihaknya tengah menyusun aturan konkrit mengenai batasan–batasan dalam melaksanakan kegiatan kemahasiswaan. “Kami sudah buat sedemikian rupa karena kami tidak mau multitafsir. Kami menunjukkan dengan konkrit kalau begini pelanggrannya ini konsekuensi yang harus dihadapi”. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks

No comments:

Post a Comment