Colombo Plan Apresiasi
Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Di Surabaya
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, saat
memberikan arahan
kepada para peserta Colombo Plan.
|
PARA peserta Colombo Plan mendapat pelajaran berharga dari Kota Surabaya.
Selama lima hari sejak 19 September 2016, mereka berkesempatan mendapat materi
dari sejumlah narasumber. Tak hanya itu, para delegasi juga sempat mengunjungi
lokasi-lokasi pemberdayaan ekonomi perempuan.
Direktur Gender Affairs Program Colombo Plan, Bandana Shresta,
mengatakan, even Colombo Plan kali ini diikuti oleh 18 peserta dari 13 negara.
Di antaranya datang dari Iran, Bhutan, Maladewa, Sri Lanka, Pakistan, Myanmar
dan Bangladesh. Serta dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Nepal, Fiji dan
Indonesia.
Menurut Shresta, meski sedikit berbeda dalam hal
kondisi ekonomi, sistem politik, kultur dan agama, namun seluruh peserta
menghadapi tantangan yang hampir sama. Yakni, masalah pemberdayaan perempuan
dan kepemimpinan. Untuk itulah Colombo Plan di Surabaya mengambil tema Sharing
Best Practices and Experiences on Women and Leadership.
“Secara keseluruhan para peserta terkesan soal pemberdayaan
perempuan, partisipasi perempuan dalam bidang politik, serta kader perempuan
yang bekerja secara sukarela. Itulah hal-hal penting yang bisa dipelajari dari
Surabaya,” ungkap Shresta di sela-sela acara penerimaan oleh walikota di Balai
Kota Surabaya, Jumat (23/9).
Wanita berkebangsaan Nepal itu berharap, nilai-nilai positif
dari Kota Pahlawan dapat dibawa pulang ke negara masing-masing untuk diterapkan
menjadi sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Walikota Tri Rismaharini berbagi
pengalaman selama memimpin Surabaya. Dia mengatakan, saat awal menjabat sebagai
walikota, problem yang dihadapi adalah tingginya angka trafficking. Untuk
mengatasi masalah tersebut, Bu Risma - sapaan Tri Rismaharini - bersama TNI dan
kepolisian sampai harus merazia diskotek tiap malam.
“Ternyata banyak anak di bawah umur yang berkeliaran di diskotek
itu datang dari kawasan lokalisasi. Makanya setelah itu saya fokus
memberdayakan ekonomi di kawasan lokalisasi,” ujar mantan Kepala Bappeko Surabaya
ini.
Adapun upaya pemkot memberdayakan ekonomi di kawasan lokalisasi
yakni melalui berbagai macam pelatihan. Dari pelatihan tersebut, warga akhirnya
memiliki keterampilan yang dapat digunakan untuk menambah penghasilan. Setelah
ekonominya mandiri, barulah Bu Risma menutup satu per satu lokalisasi di
Surabaya. Total ada enam lokalisasi yang berhasil dialihfungsikan oleh Pemkot
Surabaya.
Sekarang, lanjut Bu Risma, bangunan yang dulunya dipakai untuk
wisma prostitusi beralih fungsi menjadi fasilitas publik. Ada yang berupa
perpustakaan maupun broadband learning center (BLC) atau sarana pembelajaran
komputer. “Pada akhirnya, fasilitas publik itu mampu memberikan manfaat bagi
warga di sekitarnya. Warga bisa menimba ilmu di sana,” imbuhnya.
Selain itu, intervensi ekonomi yang dilakukan pemkot berupa
program pahlawan ekonomi. Program yang saat awal digagas hanya diikuti puluhan
kelompok itu kini menjelma menjadi poros baru kekuatan ekonomi para ibu rumah
tangga. Pada akhir 2015, sudah ada 3.000 kelompok pahlawan ekonomi di seluruh
penjuru kota. “Ibu-ibu ini diberi pelatihan sehingga mampu menambah pemasukan
bagi keluarganya. Bahkan, sekarang sudah ada yang ekspor produknya ke luar
negeri,” urai alumnus ITS ini.
Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan dan Data Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Titi Eko Rahayu, mengungkapkan,
pihaknya mengapresiasi Kota Surabaya yang telah sepenuh hati mendukung
kesuksesan Colombo Plan. “Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan Pemkot
Surabaya. Tentu kami belajar banyak dari Surabaya, salah satunya tentang
pemberdayaan ekonomi warga eks lokalisasi di wilayah Sawahan,” katanya. (Rilis) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment