Dugaan Korupsi
Laboratorium Bahasa Kementerian Agama
Jangan Sampai
Lenyap Ditelan Bumi
KELOMPOK anti koruptor rakus
(Kentir) meminta agar kasus dugaan korupsi laboratorium bahasa di Kementerian
Agama yang pernah dilansir oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2012
tentang hasil audit tahun anggaran 2011, jangan sampai lenyap ditelan bumi.
“Jika saat itu (tahun
2012), KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) beralasan bahwa mereka belum bisa
menangani kasus ini karena saat itu mereka sedang fokus pada pengusutan kasus
dugaan korupsi pengadaan Al Quran, tentunya setelah 4 (empat) tahun berlalu dan
kasus korupsi Al Quran yang menghebohkan itu telah tuntas diselesaikan, maka
kasus korupsi laboratorium bahasa ini semestinya layak mendapat prioritas untuk
diusut", ujar Eddy, Ketua Kentir.
“Tetapi jika KPK masih
juga sibuk dengan berbagai kasus korupsi lain yang ditanganinya, sehingga belum
sempat mengusut kasus tersebut, maka aparat hukum kepolisian atau kejaksaan
diharapkan berinisiatif menangani kasus ini,” kata Eddy.
“Memang kasus dugaan
korupsi laboratorium bahasa ini tidak sepopuler kasus korupsi Al Quran, meski
terjadi pada kementerian yang sama dan pada waktu yang sama pula. Tetapi jumlah
korupsinya pun sama besar. Masa’ kasus korupsi yang diusut hanya kasus korupsi
yang populer dan bisa membuat ketenaran saja,” sentilnya.
“Padahal ada yang
menarik dari kasus korupsi laboratorium bahasa di kementerian agama ini, yakni
adanya keterlibatan dari perusahaan, rekanan dan orang-orang yang saat ini
sedang diusut dan ada yang menjadi tersangka, bahkan ada yang sudah diadili di
pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi) dalam kasus korupsi UPS (Uninterruptible Power Supply) di DKI
Jakarta,” tambahnya.
Karena sebagaimana
dilansir Bareskrim Mabes Polri tanggal 28 Agustus 2016 bahwa salah satu
tersangka baru kasus korupsi UPS yang merugikan negara ratusan milyar rupiah,
yakni Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima, Harry Lo, telah dilakukan
penahanan. Di mana bisa dilihat bahwa perusahaan yang sama juga terlibat dalam
kasus dugaan korupsi laboratorium bahasa kemenag sebagaimana dilansir dalam
temuan BPK tersebut.
Sebagaimana diberitakan
oleh beberapa media nasional saat itu, pengadaan alat laboratorium
bahasa untuk madrasah tsanawiyah pada 2010 senilai Rp 18 miliar di
Kementerian Agama diduga bermasalah. BPK meyakini proyek itu, "Berpotensi
merugikan keuangan negara jika harga barang yang diterima di bawah nilai
kontrak," demikian tertulis dalam hasil audit proyek yang diperoleh.
Hasil audit proyek
yang ditandatangani akuntan register negara, Acep Mulyadi, pada 23 Mei
2011 menyebutkan pengadaan laboratorium besar kemungkinan tak sesuai
dengan peraturan tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Salah satu penyebabnya, situs help desk nasional dari CV
Adi Kersa, pemenang tender proyek, di http://www.offistarindo.com,
tak menyediakan fitur forum diskusi antarwarga madrasah. Selain itu, katalog
produk, deskripsi, tujuan, dan manfaat bagi pengguna tak lengkap. Situs itu
dimiliki oleh PT Offistarindo Adhiprima, agen tunggal peralatan
laboratorium bahasa merek Longsea yang diimpor dari China.
BPK juga menilai
hasil pekerjaan dengan kontrak senilai Rp 18,196 miliar itu tak bisa memberi
manfaat sesuai yang diharapkan. Mereka menilai panitia pengadaan tak
memahami peraturan lelang. Tim penerima dan pemeriksa barang juga lalai
menjalankan tugas.
BPK merekomendasikan
Kementerian Agama memberi sanksi kepada kuasa pengguna anggaran, pejabat
pembuat komitmen, panitia pengadaan, dan tim pemeriksa barang.
Anggota Komisi Agama DPR
RI periode itu, Muhammad Baghowi, mendesak Kementerian Agama menindaklanjuti
temuan BPK tersebut. "Apalagi audit itu tahun 2011, seharusnya sudah
ditindaklanjuti," kata politikus Partai Demokrat ini.
Juru bicara KPK
saat itu, Johan Budi SP, belum bisa menanggapi hasil audit tersebut.
Menurut Johan, karena komisinya masih hanya fokus pada kasus korupsi
pengadaan Al Quran saja. (Rilis) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment