4 Pegawai Bank
Jatim Sudah Jadi Terdakwa,
Tapi Si Pembobol
Rp 147 Milyar Masih Bebas
ALAMAK berharap agar kasus ini
diusut tuntas, karena yang dijadikan tersangka dan saat ini sudah menjadi
terdakwa baru para pegawai Bank Jatim. Sedangkan pihak yang diduga membobol
Bank Jatim dan yang menikmati hasil pembobolan sebesar Rp 147,4 milyar, yakni
pemilik PT SGS (Surya Graha Semesta) malah terkesan kebal hukum dan belum
dijadikan tersangka.
"Akan terkesan lucu
jika pemilik PT SGS sebagai pihak yang diduga membobol Bank Jatim sebesar Rp
147,4 milyar yang terindikasi secara terang-terangan dengan cara memalsu
dokumen dan lain-lain serta menikmati uang pembobolan itu malah tidak ditindak
secara hukum,” ujar Budi, Ketua Alamak Jawa Timur.
"Agar nama baik
polri terjaga dan tidak menimbulkan anggapan negatif di masyarakat, maka kami
berharap agar pembobol Bank Jatim itu juga dijadikan tersangka dan nantinya menjadi
terdakwa di pengadilan tipikor,” katanya.
"Karena akan sangat
mengherankan jika pembobol Bank Jatim sebesar Rp 147,4 milyar itu malah bebas
dan yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu hanya para pegawai
rendahan di Bank Jatim. Masyarakat bisa bertanya-tanya, ada apa ini ?” tutur
Budi, mengingatkan.
Sebagaimana
diberitakan berbagai media sebelumnya, kasus korupsi dengan modus pemberian kredit macet oleh Bank Jatim
pada PT Surya Graha Semesta (SGS) Rp 147,4 miliar disidangkan di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Terdakwanya empat pejabat Bank
Jatim. Yakni, Wonggo Prayitno (bekas Kepala Divisi Kredit Modal Kerja/KMK),
Arya Lelana (bekas Kepala Sub Divisi KMK), Harry Soenarno (Kepala Cabang
Pembantu Bangil-Pasuruan) dan Iddo Laksono Hartano (Asistant Relationship and Manager).
Terdakwa Wonggo Prayitno
disidang bersama Arya Lelana. Sedangkan terdakwa Harry Soenarno bersama Iddo
Laksono Hartanto. Para pejabat Bank Jatim itu didakwa melakukan korupsi dalam
pengucuran kredit kepada PT SGS.
Dalam surat dakwaan
jaksa, perbuatan keempat terdakwa terancam pidana sebagai diatur pasal 2 ayat 1
jo pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (dakwaan
primair). Sedangkan dakwaan subsidair melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut jaksa, para
terdakwa berperan dalam pemberian fasilitas kredit ke PT Surya Graha Semesta
yang menyalahi prosedur dan tak sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Direksi No.
048/203/KEP/DIR/KRD tanggal 31 Desember 2010. "Di mana pada proses
pemberian penasabahan plafon kredit standby
loan kepada PT Surya Graha Semesta dari nilai awal Rp 80 miliar jadi Rp 125
miliar," jelas jaksa pada sidang pengadilan tipikor.
Selain melanggar SK
Direksi, pemberian kredit tersebut juga tidak sesuai dengan DER (Debt Equity Ratio) dan dokumen SPMK
(Surat Perintah Mulai Kerja) proyek.
Berdasarkan fakta, ternyata
PT SGS tidak pernah mendapatkan proyek-proyek APBD. Namun mengajukan
penambahan plafon kredit. "Proses pemberian kredit pada PT Surya
Graha Semesta tidak sesuai dengan Pedoman Perkreditan Menengah dan Korporasi.
Perbuatan para terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 147 miliar yang
terdiri dari Rp 120 miliar yang merupakan selisih antara nilai pencairan kredit
delapan proyek yang terminnya dijadikan jaminan utama pada pemberian kredit
PT Surya Graha Semesta," kata jaksa.
Kasus kredit macet PT
SGS dilaporkan ke Mabes Polri pada 2016 lalu. Dalam laporan yang dibuat LSM Alamak
itu disebutkan, dugaan penyimpangan kredit standby
loan atau dana cadangan yang disediakan Bank Jatim kepada PT SGS dapat
digunakan bila terjadi suatu musibah, atau hal yang tidak diinginkan oleh
pihak kreditor dengan cara pembayaran revolving atau revolving
loan. Pembayaran revolving loan
adalah salah satu bentuk fasilitas kredit yang bisa dilakukan berulang-ulang
sepanjang masih dalam batas maksimum plafon yang disetujui oleh bank.
Pada tahun 2010, Rudi
Wahono, Direktur Utama PT SGS menandatangani dokumen perjanjian kredit standby
loan (SL) sebesar Rp 306 miliar dengan pejabat Bank Jatim. PT SGS
mengajukan kredit ke Bank Jatim untuk delapan proyek pembangunan. Yakni,
pembangunan jembatan Brawijaya di Kota Kediri, jembatan Kedung Kandang Kota
Malang, proyek RSUD Gambiran Kota Kediri, gedung Poltek II Kota Kediri, Kantor
Terpadu Kabupaten Ponorogo, Kantor Setda Madiun dan Kantor PT Bank BPR Jatim,
serta Pasar Caruban Madiun. Padahal, PT SGS tidak pernah mendapatkan
proyek-proyek itu. (Rilis)
No comments:
Post a Comment